Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Pekan di Rumah Aja Bikin Dompet Berstatus "ODP"

29 Maret 2020   20:16 Diperbarui: 31 Maret 2020   12:45 1931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika terus-terus begini, saya juga jadi bosan," kata istri dengan nada sangat kesal.

Awalnya ia senang ketika semua kegiatan diliburkan dan memiliki waktu luang untuk keluarga di rumah. Seiring menjalani social distancing, realitanya kesibukan istri tidaklah menurun. Sebagai guru kelas, Ia memiliki kewajiban untuk mengontrol belajar daring kepada 26 murid SD.

Memiliki anak murid dari keluarga menengah ke bawah rupanya lebih repot lagi, harus meladeni orangtua yang sulit memahami intruksi belajar anak. Belum lagi banyak orangtua yang tidak memiliki gawai. 

Mengajar yang tidak efektif semacam itu, ditambah dengan kuliah daring yang harus menghadapi laptop berjam-jam. Jika dosen tidak hadir dalam kuliah daring, biasanya diganti dengan tugas membuat esai. Habislah waktu mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan itu dengan buku-buku kuliahnya.

Lah, saya sebagai suami ngapain saja? Tentu saja saya tetap di rumah seperti instruksi Pak Presiden.

Akibat larangan berkumpul, berdampak pada pekerjaan. Shooting film sudah ditangguhkan produser hingga waktu yang belum pasti. Bisnis sampingan menjadi fotografer di pernikahan pun harus dibatalkan. 

Akhirnya banting setir, bekerja menjadi penjaga anak 5 tahun. Menjaga anak agar tidak main di luar rumah dan setop minta jajan itu merepotkan. Berasa shoting film horor dua minggu di dalam hutan tidak sebanding dengan lelahnya mengurus anak yang lagi aktifnya bermain.

Saat istri tidak sempat memasak, alternatifnya membeli makanan dari jasa aplikasi. Ketika anak sudah tahu bahwa dari gawai saja bisa untuk belanja, rengekannya kemudian memaksa saya untuk membeli jajanan kesukaannya.

Kadang kesel sama anak tapi tidak bisa marah. Jika sudah merengek maka bisa mengganggu pekerjaan ibunya. Ya, sudah beli saja apa yang dimau, asalkan tidak nangis.

Cara seperti itu terus berulang. Istri semakin kelelahan menghadapi wali murid untuk memberi intruksi belajar pada anak. 

Saya yang terbiasa aktif di lapangan sudah mulai jenuh. Biasa pergi keluar rumah dan pulang membawa uang. Kini semua terasa berbeda. Mendapatkan banyak waktu bersama keluarga, tapi secara keuangan sudah mulai kritis.

"Di dompet sisa dua ratus ribu."

"Uang belanja sudah habis, kemarin beli beras dan telur lebih banyak untuk antisipasi. Cukup sampai minggu depan saja."

Percakapan soal keuangan menjadi paling krusial bagi suami istri. Istri sangat memahami pekerjaan saya yang tidak pasti mendapat gaji seperti karyawan pada umumnya.

Istri sebenarnya sangat pandai mengatur keuangan, sehingga ketika tanpa ada pekerjaan pun masih aman. Kini, saat istri kuliah S2 menjadi berbeda karena banyak biaya yang dikeluarkan.

Sebagai penulis skenario FTV dan penata artistik sinematografi yang bisa cepat menghasilkan uang, jika dalam kondisi semua shooting ditangguhkan, maka keran penghasilan pun juga terhenti. 

"Sampai kapan kita begini?" 

"Sudah dua pekan jalani anjuran presiden untuk di rumah aja, bukannya berakhir malah ada tanda-tanda semakin lama."

Semakin lama penanganan virus corona, semakin lama pula saya tidak bisa kerja. Keperluan belanja setiap hari terus jalan, namun pendapatan nihil. 

Haruskah utang? Situasi saat ini tidak mudah memintak pinjaman uang. 

Pemerintah melarang adanya aktivitas di luar rumah dan melakukan pekerjaan di rumah saja. Kecuali sebagai crew film, tidak ada yang dikerjakan di rumah saja. Mau menulis banyak skenario FTV pun tidak ada produser yang melirik karena semua proses shooting sementara ditidakan.

Bayangkan dengan para pejuang pencari nafkah di luar sana. Masi banyak orang yang bekerja hari ini dan penghasilan habis di hari yang sama. Jangankan buat menabung, untuk keseharian saja masi sulit. Situasi yang tidak memungkinkan untuk bekerja tanpa ada solusi dari pemerintah.

Sampai kapan di rumah saja? Urusan lapar tidak bisa ditunda, Bung!

Saya sadar tidak boleh mengeluh. Pikiran kepala keluarga harus tetap tenang. Ada istri, anak, dan orangtua yang harus tetap dinafkahi. Apa pun caranya. 

"Terpenring sudah dua pekan kita di rumah dan selamat dari virus corona. Alhamdulillah," kata Istriku.

"Tidak positif covid-19, tapi jadi ODP."

"Apa itu?"

"Ora due picis."

Istri kemudian tertawa sambil menyandarkan kepalanya di pundakku.

Ora due pici dari bahasa Jawa Serang, Banten yang artinya tidak punya uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun