Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Menteri, Mahasiswa Abadi Juga Butuh Kemerdekaan Skripsi

27 Januari 2020   09:18 Diperbarui: 27 Januari 2020   09:23 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nadiem Makarim (Instagram @kemdikbud.ri)

Mahasiswa Abadi, sebutan bagi siapa pun yang belum juga lulus kuliah tepat waktu. Umumnya, delapan smester cukup untuk dapat menyelesaikan semua kegiatan perkuliahan dan wusuda sarjana.

Keberadaan mahasiswa abadi bukan persoalan cinta terhadap almamater semata, namun kesempatan sidang yudisium masi terkendala sebab tidak kunjung menyelesaikan Skripsi.

Ya, sebagian mahasiswa menganggap menyusun skripsi adalah halangan terbesar menuju gelar sarjana. Baru dihadapkan pada pembutan judul dan proposal saja, banyak mahasiswa yang sudah stress duluan. Sehingga banyak pejuang skripsi yang patah semangat di tengah jalan.

Berbeda dengan mahasiswa yang memiliki uang lebih, bukan rahasia lagi jika menggunakan jasa penulisan skripsi.

Selain skripsi, persoalan kehadiran atau absensi di dalam kelas juga masi menjadi keharusan sesuai dengan ketetapan kampus. Tak jarang ada aturan dari dosen, jika tiga kali tidak masuk kelas, maka wajib mengulang di smester berikutnya. Sebuah peraturan yang selalu berbenturan dengan aktifitas kegiatan mahasiswa di luar kampus.

Mahasiwa dituntut dengan formalitas semata. Belajar di kelas, absensi, tugas yang menggunung, dan skripsi. Aktifitas belajar di kampus serasa berada di dalam penjara dengan sistem akademik.

Wahai mahasiswa abadi, penderitaan selama ini sepertinya akan berakhir dengan program Merdeka Kampus yang dirancang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. 

Mas Mentri, sebutan akrab Nadiem menyebutkan, dari empat poin program kampus merdeka, salah satunya adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Poin ini, dikatakan Mas Menteri yang dikutip dari Kompas.com,  Perguruan Tinggi memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil atau pun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS.

Bagi yang selalu bermasalah dengan absensi di kelas, terdapat solusi yang bisa mencerahkan dari program ini, yaitu perubahan pengertian mengenai SKS yang diartikan sebagai jam kegiatan, bukan lagi jam belajar di kelas.

Kegiatan di sini berarti belajar tidak hanya di kelas saja. Kegiatan magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil sudah masuk pada hitungan SKS.

Peran dosen kemudian memberikan bimbingan terhadap pilihan mahasiswa itu sendiri, mau mengambil program kerja yang ditentukan pemerintah atau oleh rektornya. Jadi mahasiswa tidak lagi hanya menerima bulat-bulat mata kuliah yang diberikan oleh kampus.

Mas Menteri memberikan trobosan yang luar biasa. Memberikan kebebasan mahasiswa untuk memilih kegiatan belajar di luar kelas.

Jam kegiatan di luar kelas bisa dianggap masuk pada SKS cukup membantu bagi mahasiswa yang menyukai organisasi, kegiatan relawan, hingga magang langsung di dunia kerja. Mahasiswa tidak terpaku pada kegiatan belajar di kelas yang selalu dijejali dengan teori-teori.

Kampus merdeka bisa membebaskan mahasiswa yang selalu dilema dengan absensi. Kini mahasiswa bisa menjalankan program belajar sesuai dengan kebutuhannya. Pengembangan diri semacam ini tentu akan berdampak pada peningkatan kualitas mahasiswa yang sesuai dengan pasionnya.

Nah, soal absensi dan tugas-tugas sudah bisa diatasi dengan kegiatan yang bisa dipilih sesuai dengan minat mahasiswa.

Tapi Mas Menteri, apakah setelah menjalani program pengembangan diri kampus merdeka yang dilakukan oleh mahasiswa masi dihadapakan pada kewajiban menyusun skripsi?

Skripsi selain menjegal kelancaran kelulusan mahasiswa abadi, esensinya pun sudah tidak sesuai lagi. Keahlian dunia kerja tidak bisa diukur dengan skripsi yang berisi teori-teori para akhli dan angka-angka yang begitu rimit dalam rumus statistik.

Semoga saja dengan trobosan Mas Menteri ini bisa melahirkan sarjana-sarjana yang berdaya saing dunia kerja. Pengembangan diri mahasiswa juga bisa memutus mata rantai generasi mahasiswa abadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun