"Banyak kerajaan muncul sekarang, apa kita bikin kerajaan baru aja?" kata rekan kerjaku, Maftu. Matanya masi saja membaca artikel dari layar leptopnya.
"Kalo ada kerajaan yang kasi subsidi sembako dan gak ada Omnibus Low, saya mau jadi rakyatnya," kata Hilda menanggapi.
Suasana kantor menjadi ramai dengan obrolan kemunculan kerajaan baru di tahun baru. Di tengah situasi banjir, ribut soal korupsi, penarikan subsidi gas melon, dan politik kepentingan, munculnya Kerajaan Agung Sejagat di Purworejo, Kerajaan Jipang di Blora, dan Kerajaan Sunda Empire di Bandung menjadi fenomena yang menarik.
"Ini mereka sudah frustasi apa ya dengan negara kita? Sampai mendirikan kerajaan di dalam negara," kata Maftu sambil tertawa kecil.
Guyonan tentang kemunculan kerajaan baru itu terbawa hingga pulang. Ketika memasuki rumah suasana cukup sepi.Â
Di ruang keluarga seperti biasanya mainan anak tergeletak tak beraturan. Sepertinya istriku belum sempat membereskan. Saya kemudian ke dapur dan menemui istri yang sedang menggoreng ikan.
"Berantakan sekali, Bun."
"Chava habis main kerajaan sama teman-temannya tadi. Sekarang mereka udah pulang, terus Chava tertidur sebelum membereskan mainan," kata istriku.
Kemudian saya berjalan menuju tenda dom (tenda zaman suka naik gunung). Chava tertidur dengan lelapnya di dalam tenda. Beberapa mainan robot dan boneka berdiri berbaris menghadap tenda.
Kini usia putraku itu sudah 5 tahun. Sejak usia 3 tahun daya hayalnya sangat tinggi dengan memainkan berbagai benda layaknya sebuah cerita. Mungkin karena Bundanya pendongeng. Setiap hari Chava selalu dibacakan buku cerita.
Saya bereskan mainan yang tergeletak di lantai. Memasukan ke dalam box. Tiba-tiba kepala Chava muncul dari pintu tenda. "Ayah mau apakan prajurit, Chava?" katanya.