Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bulan Luka

25 November 2019   15:51 Diperbarui: 28 November 2019   08:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada perbuatan, tak pernah ada akhir sebuah cerita. Harus ada akhir yang membuat damai. Seperti harapan Ibu, "Sampai semuanya berakhir dengan kedamaian."

Matanya menyalang dengan urat-urat merah yang ingin meletus, kuku berbisahnya memanjang dengan tetesan racun yang mematikan, mulut menganga dengan taring panjang yang menjulur, meneteskan liur dan bau yang menyengat melalui desisannya bercampur alkohol. 

Tubuh Ibu bergetar dengan penuh ketakutan. Pasrah jika sang iblis itu kembali berperan memainkan kekejamannya.

"Satu yang aku minta, ingatlah kenangan indah yang pernah kita lalui," kata Ibu mencoba mengais cerita manis masa lalu. 

Suaminya yang penuh amarah malah mengerang. Lalu terdiam. Sejenak hingga berubah menjadi hening....

"Aku masih di sini. Dengan setia menantimu kembali. Aku mohon....."

"Memohon apa, hah!?" membentak dengan kerasnya.

"Hanya satu yang aku inginkan, jadilah kesatria yang membuat anakmu, Bulan, bangga dan menjadilah suami lembut yang bertanggung jawab."

"Munafik, dasar wanita jalang!" ia berteriak sambil mengangkat tangannya, melayang menerpa kelembutan cahaya rembulan di pipi sang Dewi.

Ia yang tak tega pun keluar dari sarang persembunyiannya. Ia memeluk tubuh Ibunya yang terkulai lemah di lantai. Melindungi dari hantaman keras balok kayu dengan tubuhnya yang ringkih. 

Sudah kebal rasanya tubuh yang selalu didera pukulan. Mencoba merontah tak mampu melawan dengan ringkihnya tubuh tak bertenaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun