Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Gerakan Ternak Ayam untuk Anak Stunting

20 November 2019   21:54 Diperbarui: 20 November 2019   22:14 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga ekor ayam kampung menjadi hadiah setelah saya disunat. Hadiah spesial yang diberikan oleh Engkong tercinta. Ah, bekakak ayam memang menjadi makanan terlezat bagi setiap anak setelah disunat. 

"Eh, Tong. Kalo lu mau disunat, Engkong beliin ayam dah buat bekakak. Mau ye, disunat? Biar lu bisa belajar ngaji dan sah solatnya," begitu kata Engkong saat membujuk saya 24 tahun silam.

Hanya dua ekor ayam jantan yang disembelih untuk dipanggang menjadi bekakak, ayam betina masi hidup untuk dipelihara.Tidak disangka, dari ayam betina itu, mampu beranak pinak. Empat ekor anaknya kemudian menjadi indukan.  

Kandang ayam yang terbuat dari bilah bambu hanya untuk indukan bertelur dan anakan. Sedangkan ayam-ayam lainnya memanfaatkan batang pohon jambu air sebagai tempat tidur di saat malam hari.

Hingga memasuki SMA, entah sudah generasi keberapa, keberlangsungan hidup ayam tetap berlanjut. Setiap menjelang kenaikan kelas, ayam-ayam dijual untuk biaya sekolah. Ayam-ayam juga hanya dipotong saat munggahan puasa ramadan dan lebaran saja. Telurnya sesekali digoreng jika tidak ada lauk lagi.

Kecintaan saya terhadap ternak ayam terhenti ketika kondisi lingkungan rumah sudah berubah. Tanah kebon sudah dibangun rumah-rumah, tokoh, bahkan sebuah kantor. Hilang sudah tanah kosong tempat ayam cari makan.

Ketika lahan sudah menyempit, ayam-ayam terpaksa menjalani kehidupan di dalam kandang. Ayam yang biasa dikepar dan mendapatkan makanan di alam bebas, kini harus diberikan asupan makanan buatan. Otomatis ternak ayam terasa berat, harus rutin beli por dan dedak. Mempertimbangkan pengeluaran beli pakan lebih besar, riwayat ternak ayam pun tamat.

20 November, sebagai hari anak international, membuat saya teringat semasa kecil dulu lagi, seperti cerita di atas.

Orang tua memang selalu bisa membuat anak bahagia. Di hari anak international kali ini, ayam pun disebut-sebut sebagai penyelamat anak Indonesia. Cara yang tidak pernah terpikirkan bagi saya yang tumbuh bersama ternak ayam.

Gerakan masyarakat pelihara ayam, disebut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, bisa menyelamatkan anak dari ancaman stunting. Bukan sunat masal anak Indonesia, ya!

Moeldoko usul setiap rumah tangga pelihara ayam. Telur ayam dipercaya mampu atasi stunting pada anak. Usulan yang luar biasa. Jadi inget dengan Engkong, "Ayam boleh disembeleh kalo kita butuh saja." Atau kata Emak, "Udah ambil aja telur di kandang buat makan, lu, Tong."

Eh, tapi. Jaman sekarang masalah anak stunting emang jadi permasalah besar bagi negara. Data menunjukan 27,67 % capaian stunting di Indonesia, sementara standar yang ditetapkan WHO hanya 20 saja.  

Sungguh heran, negara gemah ripah loh jinawi justru membuat anak-anak krisis pangan dengan menempati rangking ketiga di Asia. Lebih heran lagi, ketika tanah subur yang terhampar luas di penjuru tanah air, menjadikan ternak ayam di rumah sebagai solusi.

Moeldoko menyebut, setiap rumah diharuskan pelihara ayam untuk atasi stunting. Bagaimana caranya, ya? Rumah-rumah di kawasan padat penduduk, komplek perumahan, bahkan penghuni rumah susun dan apartemen, semua minim lahan.

Soal kandang ayam, bisa disiasati untuk rumah yang tidak memiliki cukup lahan. Pojokan garasi mobil bisa untuk kandang. Balkon rumah susun juga bisa diletakan kandang ayam. Atau jika ada tanah Fasum di perumahan, bisa dimanfaatkan untuk kandang ayam bersama. 

Pelihara ayam di dalam kandang juga butuh pembelian pakan secara ekstra. Harga por ayam perkilo mencapai Rp10.000, setara satu liter beras. Belum lagi harus beli vitamin untuk memenuhi gizi ayam. Suntik vaksin agar ayam tidak kena virus.

Moeldoko juga menyebutkan, sejak dulu pemerintah sudah mencanangkan gerakan makan dua butir telur, sekarang ditambah menjadi lima butir telur. Artinya setiap rumah tangga minimal pelihara lima ekor ayam. 

Demi menjaga asupan makan ayam, prioritas beli por ayam lebih utama dari pada beras jadinya. Jika ayam tidak cukup mendapatkan pakan, nanti bisa stunting dan tidak mau bertelur.

Lagian, melepaskan ayam dari kandang untuk cari makan sendiri bisa melanggar undang-undang, ayam masuk pekarangan orang lain. Apes dah, kena denda Rp10 juta!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun