Golden age yang dimiliki anak hingga usia 5 tahun berhasil dirangsang dengan baik. Imajinasi dan motorik anak terbentuk bersama praktek pembuatan APE. Â Sampah-sampah yang dekat dengan kehidupan kita bahkan bisa bermanfaat untuk bahan pembelajaran.
Tangan terampil Ibu Diana sudah mumpuni menyulap berbagai sampah menjadi berbagai barang ekonomis. Selain digunakan untuk sekolah sendiri, APE juga dijual untuk menutupi biaya oprasional sekolah. Tidak jarang pula Ibu Diana berbagi ilmu pembuatan APE diberbagai tempat.
Ibu Diana kemudian mengajak saya untuk melihat-lihat koleksi APE yang dipasang  di setiap ruang.
Hujan sudah berhenti. Saat ke luar ruangan, tercium bau khas tanah yang lama tidak tersiram air hujan. Sejuk rasanya.
Di bagian depan sekolah terdapat pagar yang ditutup dengan hiasana mural, pohon edukasi yang berasal dari botol bekas, serta tanaman hidup yang tersusun menjadi lebih asri.
Ketika memasuki gerbang mungil itu, kita akan disambut dengan sepasang boneka manekin mengenakan pakaian adat Betawi. Semua yang menempel adalah karya busana yang berasal dari bahan-bahan sampah. Ini merupakan karya seni terbaik, bukan hanya pajangan, tapi setiap benda yang menempel rupanya bisa dijadikan media belajar.
"Ini kalung-kalung, tiap butirnya bisa dijadikan untuk belajar menghitung," kata Ibu Diana sambil memperagakan bagaiaman kalung yang terpasang digunakan untuk menghitung--seperti menggunakan sempoa.
Selain itu, buku besar yang biasa ada di perkantoran, yaitu bandex disulap menjadi buku bergambar. Surat-surat yang biasanya tersimpan, diganti dengan lembaran cerita yang terbuat dari karton dan ditempel gambar-gambar menarik. Hingga jadilah buku bergambar yang bisa  jadi media belajar anak-anak mengenal huruf.
"Karton di tengah kita tempelkan lakban. Anak-anak bisa menulis atau menggambar. Setelah selesai masi bisa dihapus lagi. Ini bandex setiap anak mendapatkan satu. Anak-anak senang mendapatkannya," kata Ibu Diana.