Sebagai guru, pernahkah Anda menyuruh murid melakukan aktivitas fisik misal push up ketika murid datang terlambat di kelas? Atau menyuruh murid membuat tulisan tertentu misal ringkasan ketika murid tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR)? Apalagi orang kelahiran tahun 80-an ke bawah, sebagian pernah mengalami hal serupa. Apa yang dilakukan guru tentunya punya tujuan, salah satunya agar murid menaati ketentuan sekolah maupun pembelajaran. Hal tersebut bisa dikatakan hukuman.
Hukuman diberikan salah satunya untuk memberikan efek jera, agar murid tidak mengulangi tindakan serupa kembali. Perlu diperhatikan juga bahwa hukuman tidak selalu memberikan efek seperti yang diharapkan oleh guru. Hukuman bisa berdampak secara psikologis bagi murid. Belajar mendisiplinkan murid tidak selalu berupa hukuman. Yang lebih penting adalah menumbuhkan motivasi intrinsik pada murid, yaitu kesadaran dan keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas kemauan sendiri. Guru harus mencoba menelusuri alas an murid dalam melakukan suatu tindakan. Murid dapat melakukan suatu tindakan karena untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman maupun mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain (motivasi ekstrinsik), atau menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya (motivasi intrinsik).
Apakah balasan suatu tindakan yang tidak sesuai peraturan bisa bukan hukuman? Pelanggaran terhadap peraturan tentu menimbulkan suatu tindakan. Namun tindakan tersebut tidak selalu hukuman, dapat berupa konsekuensi atau restitusi.
Hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba, satu arah dari guru saja, murid disakiti oleh suatu perbuatan atau perkataan. Sementara konsekuensi sudah terencana dan disepakati, dibahas dan disetujui oleh murid dan guru, murid tidak nyaman untuk jangka pendek. Restitusi sendiri tidak selalu terencana tetapi melalui pertimbangan, diusulkan oleh murid dengan arahan dari guru, murid mendapatkan penguatan dan belajar bertanggung jawab.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen dalam Nurcahyani et al., 2022). Restitusi ini merupakan tindakan kolaboratif untuk menyelesaikan masalah pada murid tanpa harus menimbulkan efek psikologis kepada murid itu sendiri, bahkan dapat menguatkan dan memacu murid untuk menemukan tindakan solutif dari murid sendiri. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan tetapi untuk belajar dari kesalahan, restitusi juga sebuah tawaran bukan paksaan untuk memperbaik hubungan yang fokus pada solusi, menguatkan dan mengembalikan murid yang berbuat salah kepada kelompoknya.
Penanganan pelanggaran peraturan oleh murid tidak terlepas dari peran guru. Sebagai guru, mungkin pernah memberikan hukuman kepada murid. Di samping itu, ada beberapa posisi yang dapat diambil oleh guru dalam menangani tindakan pelanggaran murid ini, yaitu sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, atau manajer.
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid lebih dalam lagi. Guru dengan posisi pembuat merasa bersalah biasanya akan bersuara lebih lembut, menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri, sehingga murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Posisi penghukum dan pembuat rasa bersalah akan memberikan hukuman kepada murid sebagai tindakan atas pelanggaran yang dilakukan murid dan memunculkan motivasi ekstrinsik murid.
Guru dengan posisi kontrol sebagai teman tidak akan menyakiti murid, tetapi akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi, bisa berdampak negatif seperti murid tergantung pada guru ataupun positif berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru sebagai pemantau berarti guru mengontrol dan mengawasi tindakan murid berdasarkan peraturan. Posisi teman dan pemantau akan memberikan konsekuensi ketika murid melakukan pelanggaran dan memunculkan motivasi ekstrinsik.
Posisi guru sebagai manajer merupakan posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Guru sebagai manajer akan mengajak murid untuk menganalisis kebutuhan dirinya maupun kebutuhan orang lain untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Posisi manajer akan memberikan restitusi dan memunculkan motivasi intrinsik murid.
Restitusi dilakukan melalui 3 tahapan yang disebut segitiga restitusi, yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Langkah-langkah tersebut tidak harus dilakukan satu per satu ataupun berurutan. Tindakan restitusi ini juga mendasarkan tindakan pada kebutuhan dasar manusia (murid), yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan untuk diterima, kebutuhan pengakuan atas kemampuan, kebutuhan kebebasan akan pilihan, dan kebutuhan untuk merasa senang.
Menstabilkan identitas bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tetapi ada benturan. Guru hendaknya mengarahkan murid untuk menjadi reflektif dengan meyakinkan murid bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, murid tersebut bukan satu-satunya yang pernah melakukan tindakan tersebut, dan akan melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan. Murid perlu ditenangkan terlebih dahulu sebelum memikirkan tindakan solusinya.
Validasi tindakan yang salah bertujuan untuk menggali dan mengetahui alasan/maksud/tujuan murid melakukan pelanggaran. Setiap tindakan dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Seorang guru perlu mengenali tujuan dari setiap tindakan murid. Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Kalau guru memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan murid maka guru akan menemukan cara efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan berkolaborasi dengan murid untuk mendapatkan kebutuhan tersebut.
Menanyakan keyakinan bertujuan untuk memunculkan motivasi internal dan menghubungkan keyakinan anak/murid dengan keyakinan kelas. Ketika identitas sudah stabil dan tindakan yang salah telah divalidasi, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H