Mohon tunggu...
Mang Jamal
Mang Jamal Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia amatir, tinggal di Bandung, sayang anak, hobi ngakak :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Desain) Makna Wajah Bangunan

8 Oktober 2010   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:36 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna Wajah Bangunan

Oleh Jamaludin Wiartakusumah

Ketika bertandang ke komplek kantor Kementerian Pendidikan Nasional di kawasan Senayan Jakarta Selatan tahun lalu, hal yang jarang saya lakukan, gedung yang dituju ternyata sudah berubah. Baru berwarna biru bersetrip putih. Ya, gedung kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bahwa gedung itu mentereng, tentu sudah selayaknya demikian.

Karena markasnya manajemen atau birokrasi pendidikan tinggi Tanah Air. Gedung yang menjadi tumpuan kemajuan manajemen pendidikan tinggi di negeri ini, juga karena berada di lingkungan perkantoran jalan Sudirman.

Tentu rasanya jadi hambar kalau diantara gedung jangkung dengan desain modern berbungkus kaca dan alum

nium model perkantoran metropolitan dewasa ini, ada bangunan biasa-biasa saja,

lebih-lebih bangunan kantor urusan pendidikan bangsa. Karena gedung tidak hanya sekedar tumpukan bata dan baja, tetapi orang juga ingin memberinya makna. Tentu kita, yang menjadi terbiasa dengan segala sesuatu yang membenda, akan pesimis dan miris bila gedung yang mengurus masalah pendidikan dibuat ala kadarnya. Se

perti banyak kasus bangunan SD yang karena tua dan lupa direnovasi, roboh di sana-sini.

Tujuan bangunan dibuat untuk mewadahi suatu kegiatan tertentu. Berbagai bentuk dibuat untuk memberi ciri dalam bentuk raut bangunan. Dari situ lalu rumus form follows function -pernyataan Horatio Greenough yang dipopulerkan oleh Louis Sullivan, perintis arsitektur modern Amerika- menemukan legitimasinya. Meskipun kemudian rumus itu hanya jadi slogan belaka. Implementasi konsep itu jarang dibuat sesuai artinya, sebab arsitek sudah kadung jatuh cinta pada satu-satunya bentuk ciptaan manusia satu-satunya yaitu bentuk kotak -satu-satunya bentuk dasar yang tidak ada di alam dan karenanya merupakan ciptaan manusia. Desain perkantoran modern biasanya berhenti pada bentuk kotak atau empat persegi panjang seperti kotak korek api atau sebongkah bata raksasa yang mengikuti bentuk kavling yang biasanya empat persegi panjang. Karena bentuk kotak sudah sangat jamak, lalu dibuatlah dekorasi baik dari struktur atau dari material pembungkus, seperti kaca atau aluminium yang diberi warna. Bangunan jangkung menjadi seperti bungkus kado yang menghiasi tepi jalan. Jakarta dan kota dunia lainnya lantas menjadi tumpukan kado bagi perayaan kehidupan urban.

Gedung Dikti yang konon adalah hasil sayembara ini, tampak susah payah untuk bisa tampil layak, berbeda dan terasa ada di dalam lingkungannya. Desain gedung ini tampaknya hasil kompromi habis-habisan dengan lokasi lahan yang kurang menguntungkan dan sebisa mungkin melunakkan bentuk kotak empat persegi panjang, dan, yang tidak kalah penting, memiliki makna yang menggambarkan paling tidak cita-cita pendidikan tinggi negeri ini.

Untunglah tampaknya kreativitas tidak buntu, sang perancang cukup jeli melihat potensi yang dimiliki salah satu sudut yang kebetulan menghadap jalan masuk ke komplek kemendiknas. Sang perancang memanfaatkan potensi bagian sudut itu yang tampaknya menggunakan ilmu bentuk dari mata kuliah Rupa Dasar di tingkat awal sekolah arsitektur. Pengolahan sudut bangunan ini tidak hanya untuk berindah-indah tetapi juga sebagai tanda bagian wajah yang dibawahnya terdapat pintu masuk.

Sudut bangunan dibuat melengkung, sedikit di bawah, dinding depan dan samping mundur untuk memberi tempat sebentuk kubus berproses menjadi silinder yang membesar di bagian atas. Ini bisa dimaknai sebagai atau melambangkan proses pendidikan. Dari tidak tahu menjadi pintar, dari tidak mengerti menjadi cerdas, dari jahiliyah menjadi bijak. Dinding samping yang mundur dan dinding depan yang mengecil ke bawah, menciptakan bentuk segi tiga tidak selesai sebagai latar porses menjadi silinder tadi. Dengan begitu, kesan bentuk dasar kotak gedung ini berkurang. Sementara di tepi kanan, bagian tepi dinding dibuat melengkung tipis seperti ujung sehelai kertas yang dari bagian sisi kanan tampak seperti sirip.

Pada bagian bawah sudut silinder itu terdapat tiga kanopi miring dengan bentuk seperti rangka sayap pesawat terbang. Penanda pintu masuk utama. Sayap dengan posisi miring, bisa diibaratkan pesawat yang siap terbang, sedang jumlah tiga bisa dihubungkan ke jumlah fungsi perguruan tinggi yang disebut Tridarma: Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Memberi makna pada warna biru bersetrip putih yang membungkus gedung itu bisa apa saja: menunjukkan jenjang, proses tumbuh, rindu, keabadian, atau -kalau mau- langit berhias awan, tempat yang menunjuk atas, cita-cita atau kemajuan. Seperti mengabadikan ucapan Bung Karno dahulu, "Gantungkan cita-citamu setinggi langit." Barangkali pengolahan bentuk sudut ini dalam upaya memvisualisasikan visi dan misi dikti ke dalam bangunannya. Semoga!

Jamaludin Wiartakusumah

Dosen Desain Itenas Bandung

--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun