Mohon tunggu...
Manga Sulung
Manga Sulung Mohon Tunggu... -

menulis untuk memberikan hati nurani

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Politik, Tsunami dan Sinetron

4 Oktober 2012   13:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami bukan kucing kurap! setelah kau siram air panas, lalu aku jilati lagi kakimu karna kau berikan sepotong ikan asin!

Kami bukan budak nafsu mu yang melayanimu setiap kau birahi, lalu kau tidur pulas disampingku dan aku selimuti badanmu!

Kami bukan durjana laknat yang tetap membunuhi saudara kami di tanah sendiri, lalu dimandikan tsunami!

Kami bukan orang pikun yang lupa dengan janji-janji manis kampanyemu! Kami menguap, muntah!

BUKAN! ITU BUKAN KAMI!

Kami adalah pekerja keras yang minta kesejehteraan yang sederhana.

Kami adalah pedagang kecil di pasar pagi yang menjual sayur cabai untuk membiayai baju lorengmu itu.

Kami adalah rakyat lemah yang cuma punya setapak impian di rumah kecil kami.

Jadi...

Berhentilah menyakiti kami

Berhentilah berjanji palsu kepada kami

Berhentilah menuruti nafsumu untuk perdaya kami

Berhentilah sekarang

cukuplah tsunami mengingatkan kita pada dosa-dosa kita sendiri

cukuplah sinetron yang membuai kami pada kepalsuan hidup

cukuplah

*foto: koran-jakata.com

-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun