Eka Budianta adalah penulis lintas genre: puisi, esai tentang lingkungan hidup, pariwisata, pendidikan dan kolom sosial politik. Tidak hanya itu, perjalanan kariernya juga menarik. Beliau sempat menjadi wartawan majalah Tempo (1980-1983), koresponden koran Jepang Yoimuri Shimbun (1984-1986), asisten pada pusat informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIC), BBC London, UNESCO dan penerbit Puspa Swara.Â
Beliau juga aktif—partisipatif, inisiator atau pun kontributor—dalam LSM Bina Swadaya, Komunitas Sastra Indonesia, dan Yayasan Dana Mitra. Pernah pula mengikuti program pendidikan jurnalistik: Lowa Writers Program di Lowa, Amerika Serikat (1980-1981). Belakangan, beliau menjadi penulis biografi yang sedang naik daun.
***
Sebagai penulis—baik amatiran atau pun kawakan—mungkin kita sudah tidak asing lagi (bahkan lanyah) membuat riwayat hidup untuk melengkapi suatu karya. Baik karya buku solo atau anotologi saya kira selalu dilengkapi dengan riwayat penulis.Â
Dalam perjalanannya, istilah penyebutan tentang riwayat penulis yang ditulis oleh penulis itu sendiri mengalami perkembangan yang pesat. Mulai dari autobiografi, bionarasi, riwayat hidup hingga tentang penulis. Rupa-rupa istilah itu digunakan sesuai selera penulis. Begitu juga dengan susun isi yang dipaparkan di dalamnya, ada kebakuan ruang lingkup khusus yang harus dipancangkan ke muka.Â
Bersebarangan dengan itu, jikalau kita menulis sejarah (kisah) kehidupan orang lain mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan, profesi, prestasi dan lain sebagainya disebut biografi. Eka Budianta dalam loka karya di kopdar ke-2 RVL menegaskan, bahwa menulis biografi adalah bentuk perayaan atas proses menjalani kehidupan sekaligus mencatat penemuan seseorang atas peran dalam kontestasi sejarah peradaban masyarakat, bangsa dan dunia.Â
Oleh sebab itu, maka jangan heran jika kemudian dalam penjabaran biografi seseorang tersebut akan beririsan dengan perkembangan teknologi, kehidupan sosial-ekonomi dan cakrawala pendidikan masyarakat.Â
Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana cara kita menulis biografi tokoh yang menarik? Menurut Eka Budianta jika kita hendak menulis biografi berdasarkan permintaan, sepengetahuan dan seizin tokoh yang bersangkutan alangkah baiknya data—bahan dan bukti jejak—bersumber dari napak tilas yang padupadankan dengan wawancara. Napak tilas dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat penting dalam kehidupan sosok yang bersangkutan.Â
Yang demikian dikuatkan—disempurnakan, dilengkapi dan dikonfirmasi—dengan data hasil wawancara dari sosok yang bersangkutan atau orang terdekat dengan sosok. Istri, anak, guru dan lainnya yang memang berpengaruh besar (saksi hidup) dalam kehidupan tokoh.
Data yang terkumpul tersebut lantas diolah sesuai runtutan kronologi riwayat hidup. Agar tampak lebih natural dan hidup kita bisa menggunakan pendekatan dan sudut pandang orang paling terdekat dengan tokoh. Dalam prosesnya, kekuatan imajinasi penulis juga sangat memainkan peran penting. Kendati begitu teknis kepenulisan, kreativitas dan kompetensi yang dimiliki oleh penulis adalah faktor yang tak kalah penting, karena berhubungan dengan hasil tulisan yang renyah dan dapat diterima khalayak pembaca yang budiman.