Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Sebagai Warosatul An Biyya

27 Januari 2023   10:01 Diperbarui: 27 Januari 2023   10:36 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi pribadi Ustadz Mardi didampingi ustadz Ali sedang menyampaikan materi)

Sebagai jalan keluarnya, maka berkonfliklah dengan ilmu. Meski konflik itu bersifat wajar akan tetapi perbedaan cara pandang, kedewasaan dalam menyikapi dan kematangan dalam menyelesaikan konflik juga menjadi salah satu unsur penting yang harus dipertimbangkan. Begitulah seseorang yang berilmu, ia tidak akan gegabah, mudah goyah dan menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan konflik secara egois. Namun orang yang bersangkutan juga akan mempertimbangkan baik-buruknya bagi stabilitas lingkungan sekitar. 

Keempat, tazkiyaatun nufus. Tazkiyaatun nufus di sini bermakna mensucikan jiwa dari berbagai cela yang dapat mengotori hati. Cela dan kekotoran hati yang ditumbulkan dari berbagai hiruk-pikuk onak yang merongrong keajegan manusia dalam menunaikan ibadah dan kebaikan. Tak terkecuali kotoran dan cela yang ditimbulkan oleh konflik di antara sesama manusia yang laten mendera di lingkungan kerja. Di antaranya sifat hasad, tamak, ghodob, mengumbar hawa nafsu dan lain sebagainya.

Hadirnya sifat hasad adalah pintu gerbang pertama masuknya setan untuk menguasai dan mengontrol kecondongan hati nurani kita pada kebajikan. Sifat hasad pada dasarnya muncul karena kecemburuan terhadap nikmat yang ada pada diri seseorang. Alhasil orientasi dari sifat hasad adalah kehendak (harapan) perpindahan atas satu nikmat yang dirasakan seseorang kepada orang yang memiliki sifat hasad tersebut. Orientasi sifat hasad yang demikian inilah yang determinasi merusak keramahan dan kesahajaan lingkungan hidup sekitar. Merusak diri pelaku dan korban. 

Kendati demikian, ada pula iri atau kecemburuan sosial yang bersifat positif, Ghofthoh. Ghofthoh berarti cemburu atau iri terhadap nikmat yang ada di dalam diri seseorang namun tidak disertai dengan harapan ataupun kehendak berpindahnya nikmat tersebut. Dengan kata lain, ghofthoh adalah menjadikan iri sebagai alasan kenapa seseorang harus mampu meraih nikmat (kesuksesan) seperti yang dimiliki oleh orang lain. Jika kita meminjam terminologi yang berlaku dalam rumpun sosiologi, ghofthoh sama halnya dengan identifikasi. Menjadikan kecemburuan sosial sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik bukankah hal yang absah?

Timbulnya sifat hasad sendiri tidak lain ditengara oleh sifat tamak yang berkecamuk hebat di dalam diri seseorang yang bersangkutan. Tamak dalam kamus besar bahasa Indonesia offline bermakna serakah; loba; rakus; selalu ingin memperoleh banyak untuk diri sendiri. 

Lebih lanjut disebutkan, bahwa sifat tamak dapat membinasakan pelaku yang melanggengkan kehadirannya di dalam diri. Kenapa demikian? Sebab tamak lebih berbahaya daripada hewan yang paling buas di muka bumi. Lantas tamak dianalogikan dengan dua ekor serigala yang kelaparan tidak lebih tamak daripada manusia yang membanggakan diri dan mengharapkan jabatan. 

Dalam kitab Ihya 'Ulumuddin disebutkan Rasulullah SAW bersabda: "Ada tiga sifat yang dapat membinasakan manusia: 1. Sikap bakhil (pelit) yang dipatuhi. 2. Hawa nafsu yang diikuti. 3. Merasa bangga dengan diri sendiri". 

Tamak yang sudah tidak dapat terkontrol dan terus menganga dengan mudah akan mengantarkan kita pada sikap ghodob, marah. Kemarahan sendiri selalu hadir karena kecekakan dalam berpikir, akibat dangkalnya pengetahuan dan kewarasan yang sudah tercemari oleh kehendak hawa nafsu. Hawa nafsu sendiri memiliki sifat negatif dan destruktif. 

Kendati demikian hawa nafsu tidak dapat dihilangkan dalam diri manusia. Sebab manusia hidup, salah satunya karena faktor adanya nafsu yang menggelora. Menggerakkan tindak-tanduk kita untuk melakukan sesuatu. Tanpa adanya nafsu yang bersemayam di dalam diri, bisa saja manusia sirna dari carut-marut perubahan alam semesta. 

Menyikapi hal yang demikian maka kita hanya mampu mengontrol kecondongan hawa nafsu dengan langkah kebajikan. Menipiskan kecenderungan hawa nafsu yang membabi buta menjadi bahasa dan gerak-gerik yang lebih halus sekaligus dapat dikendalikan. Berimam pada kemurnian hati nurani yang senantiasa menuntun kita pada kebajikan adalah jalan keluar yang menjanjikan.

Sebagai upaya konkret dalam berkiblat pada kemurnian hati nurani, alangkah baiknya kita juga beristikamah dalam menegakkan ritual peribadatan. Sebab kebiasaan yang kita lakukan akan menjadi karakter pribadi kita masing-masing. Oleh karena itu maka jaga sabarmu, tegakkan salatmu. Amalkanlah ilmu yang telah diteguk. Manfaatkanlah kekayaanmu untuk bersedekah serta berjihadlah dengan kekuasaan yang diamanahkan ke dalam genggamanmu. 

Tulungagung, 27 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun