Kedua, tidak menjual hafalan untuk kenikmatan dunia.
Adab yang kedua ini masih berpijak pada kemurnian niat. Niat seorang hufadz tatkala berjibaku menghafal, memahami dan mengamalkan Al-Qur'an serta yang lainnya alangkah baiknya tidak menyandarkan diri pada harapan materialistik (hubb ad-dunya). Sebab suatu kebaikan ibadah yang dilandasi dan berorientasi pada target materialisme hanya akan bersifat sementara.
Hanya orang-orang yang memiliki kemurnian niat dan berorientasi semata-mata karena Allah SWT sebagai  puncak itulah yang akan mendapatkan jaminan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Asy-Syura: 20.
"Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagiapun di akhirat".
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud radhiyallahu 'anhu, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang mempelajari ilmu seharusnya diniatkan mengharap melihat wajah Allah SWT akan tetapi ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan salah satu kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium semerbak wangi surga pada hari kiamat".
Kedua dalil naqli di atas menegaskan bahwa dalam beribadah dan berbuat kebajikan sudah selaiknya dilandasi atas dasar keikhlasan, semata-mata mencari rida dan kesadaran seorang hamba terhadap Tuhannya. Sebab hanya atas dasar motif itulah seorang hamba termasuk golongan yang beruntung. Bagaimanapun tujuan utama dari suatu ibadah dan kebajikan bukanlah untuk pamrih dan tuntutan transaksi jual beli amal.
Ketiga, istikamah menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Selain harus menjadikan rida Allah SWT sebagai puncak dan tidak menjual hafalan untuk kenikmatan dunia, seorang hufadz juga sangat ditekankan untuk Istikamah menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Akhlak mulia lahir dan batin tentunya.
Standarisasi akhlak mulia tersebut merujuk pada hukum yang berlaku dalam kaidah dan syariat Islam serta hukum lain yang berlaku di dalamnya. Dalam konteks ini seorang hufadz berusaha mengamalkan dan mempraktekkan ajaran yang termuat dalam setiap ayat-ayat Al-Qur'an yang dihafalkan sekaligus menjadikannya sebagai petunjuk hidup.
Adapun salah satu indikasi dari bentuk  internalisasi nilai-nilai tersebut ditandai dengan tampilnya akhlak terpuji yang terpancang dalam tindak-tanduk orang yang bersangkutan.