Sementara sebagian mereka yang kontra terhadap kebijakan pembenahan dan pengontrolan terhadap pemberian ISBN tersebut tidak lain ditengarai oleh kelompok pragmatis yang terlampau terlena dengan manipulatif sistem yang ada. Jikalau selama ini sebagai besar dari kita berasumsi terbitnya buku beri-ISBN itu adalah prestise, pasti memiliki mutu, dijamin laku keras di pasaran, dapat ditujukan untuk kepentingan kenaikan pangkat, dan lain sebagainya maka ada yang salah dalam cara pandang kita. Sebab ISBN sendiri hanyalah nomor identifikasi buku secara tepat melalui angka-angka kunci yang dapat dibaca oleh komputer.Â
Tentu, jika buku tidak ber-ISBN bukan berarti itu kiamat literasi. Bukan pula tanda matinya gairah literasi. Bukan sedang menunjukkan buku itu tidak laku keras di pasaran. Bukan pula buku yang diterbitkan sekadar dipublikasi sebagai hiasan lantas mati seketika. Sebagai salah satu contoh buku yang tidak ber-ISBN namun laku keras di pasaran, diminati oleh khalayak ramai dan bahkan telah terjual lebih dari 10. 000 eksemplar adalah buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap karya Drs. Moh. Rifa'i. Buku itu pertama kali dicetak tahun 1976 dan hingga sekarang tetap eksis. Jika mau dihitung, entah sudah berapa puluh kali buku itu naik cetak.
Lantas bagaimana jika penulis pemula hendak menerbitkan buku? Apakah dia akan bernasib naas karena harus bersaing habis-habisan terlebih dahulu dengan para penulis profesional hanya untuk mendapatkan ISBN? Kalau begitu tentu saja akan repot dan kalah saing karena perbedaan jam terbang. Maka sebagai solusinya, penulis pemula dapat berlatih menulis, menerbitkan dan mempublikasi buku tanpa ISBN. Atau menerbitkan buku dengan menggunakan QRCBN.Â
Apa itu QRCBN? QRCBN adalah QR code book number atau kode batang buku yang dapat dipindai menggunakan aplikasi scanning barcode. QRCBN dikeluarkan gratis oleh perpustakaan nasional untuk menerbitkan kategori buku yang tidak relevan diberi ISBN. Kendati demikian, informasi produk yang termuat dalam QRCBN telah lengkap dan terhimpun secara aman. Sehingga buku yang telah diberi QRCBN akan mudah teridentifikasi.Â
Terus bagaimana kalau ada penulis pemul bersikap kekeh dan keras kepala bukunya hanya ingin diterbitkan menggunakan ISBN? Jawabannya, ya mau tidak mau dia harus mampu strugle. Menulis buku dengan mutu yang terjamin, bersifat komersial dan sesuai dengan pangsa pasar. Kendati itu mungkin akan menerjang banyak onak dan ombak.
Sebagai kesimpulan, tentu masa depan buku akan terus ada selama manusia terus melakukan peran sebagai pembelajar sejati. Manusia yang terus merindukan peradaban yang kian berkualitas tentu tidak lepas dari menggeluti dunia literasi. Entah apa pun itu nanti betuk dari versi buku yang ditulis dan digelutinya.
Tulungagung, 22 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H