Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tempat Duduk Mencerminkan Mentalitas Seseorang

1 Mei 2022   14:01 Diperbarui: 1 Mei 2022   14:04 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta di Lapangan

Perubahan zaman saya kira tidak menyurutkan pandangan kita tentang persoalan tempat duduk mencerminkan mentalitas seseorang. Hal itu terbukti tatkala saya menjadi bagian dari suatu lembaga pendidikan non formal di Tulungagung. Baik itu di sekolah paket, taman pendidikan Qur'an dan lain sebagainya. Tak terkecuali pemandangan yang sama saya dapatkan pula tatkala saya mengabdikan diri di Taman Pendidikan Qur'an Luar Biasa (TPQLB) Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung.

Sejauh yang saya amati, tepatnya setelah peralihan TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung dari desa Gedangsewu ke desa Beji, mayoritas mentalitas santri dalam memilih bangku ngaji dapat dikategorikan menjadi dua kelompok.

Pertama, santri yang secara usia tergolong fase remaja lebih suka memilih bangku ngaji pada deretan paling belakang. Bila ditinjau dari latarbelakang pendidikan, umumnya mereka telah kelas akhir sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Bahkan ada pula santri yang berstatus sebagai karyawan dan relawan parkir di perempatan jalan. Itu pun statusnya sebagai santri lama. Sangat jarang ditemui, mereka mau mengambil posisi bangku yang paling depan.

Entah apa alasannya. Yang jelas tampak, alih-alih bersikap dewasa dengan mendahulukan dan memberi ruang terhadap santri baru, justru yang kerap saya temui dalam setiap sesi pertemuan mengaji tidak jarang mereka memanfaatkan posisi itu untuk mengobrol dengan bahasa isyarat, bermain gadget dan terkadang mencuri start untuk menulis halaman yang akan dibaca. Kendati demikian, ada juga satu dua santri yang inisiatif berusaha mempelajari halaman jilid yang akan dibaca.

Sedangkan kelompok yang kedua adalah segelintir santri yang mau dan memilih secara mandiri bangku ngaji pada posisi paling depan. Umumnya status mereka didominasi oleh santri baru. Mulai dari usia taman kanak-kanak, siswa sekolah dasar kelas awal hingga siswa sekolah menengah pertama awal. Jika dipresentasikan, posisi bangku terdepan 90% lebih sering diisi oleh santriwati. Selebihnya, 10% menjadi zona nyaman santri lama.

Tidak hanya itu, sempat pula di beberapa sesi pertemuan mengaji saya menyuruh santri lama untuk menempati posisi bangku yang terdepan, namun mereka menolak sembari menudingkan telunjuknya pada santri yang lebih muda secara usia. Hal itu menunjukkan adanya tingkat inferioritas di dalam diri santri lama. Sempat pula sesekali saya menyuruh satu orang santri lama untuk menjadi peraga saat pemanasan sebelum mulai mengaji, akan tetapi mereka kembali mengelak dan menuding temannya yang lain.

Upaya Memberi Solusi

Mendapati kasus mentalitas santri lama yang inferioritas itu, setidaknya kita memerlukan penataan bangku yang lebih baik. Sebab posisi stratifikasi tempat duduk (bangku) yang telah lumrah itu pada kenyataannya menimbulkan tumbuhnya mentalitas yang timpang dan tidak sehat di dalam diri para santri.

Terkait hal itu, saya malah teringat dengan model penataan bangku yang membentuk huruf U yang pernah dilakukan pada saat saya menjadi siswa kelas VII di MTs. Sabilurrosyad. Sebelumnya harus diakui bahwa semenjak dari sekolah dasar hingga berstatus sebagai siswa MTs. kelas VII memang tata ruang kelas melulu menganut, berkiblat dan mewarisi model stratifikasi tempat duduk. Sehingga tatkala ada salah seorang guru yang berinisiatif mengubah tata ruang itu terasa sedikit memberikan kesan yang berbeda.

Asumsinya, tempat duduk model huruf U itu akan jauh memberikan ruang dan peluang yang sama kepada seluruh siswa. Baik itu dalam hal menangkap materi pembelajaran yang disampaikan, fokus perhatian yang terkendalikan, sama-sama memiliki peluang untuk ditunjuk oleh guru hingga setara dalam mendapat bagian tugas. Alhasil, kesempatan yang sama itu pula menjadikan siswa jauh lebih serius dan fokus mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain takut ditegur, dengan menggunakan model tempat duduk huruf U itu setidaknya masing-masing siswa akan dengan mudah dikenali oleh guru. Sebab tidak terhalangi oleh perawakan teman yang persis ada di depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun