Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pengangguran Terdidik

5 September 2021   06:17 Diperbarui: 5 September 2021   06:21 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dokumentasi Pribadi

Koleksi ijazahku tersimpan rapi dalam pengagungan dan kehormatan

jenjak pendidikan yang kuenyam tidak sembarangan

orang-orang bilang, "biayanya mahal!" rentetan sidang skripsi harus ditebus dengan harga warisan yang paling disayang,

tanah berhektar-hektar pun raib digondol kebutuhan

sawah-sawah berpindah tangan kepemilikan.

Haqqul yakin, yang tersimpan dalam benak orangtuaku hanya satu

pun apa-apa yang tidak bisa menjadi mungkin teruntuk anak adalah kebalikan

sementara dalam pundakku yang bidang tertengger beribu-ribu harapan. 

Cerita pilu dan nasib yang tak kunjung memihak pun mulai dipertanyakan.

Setelah menyandang gelar yang diidam-idamkan, aku terbelalak menatap dunia yang mendadak gahar

mendapat pekerjaan tak semudah membalikkan telapak tangan

lowongan kerja yang "srek" dengan gelar dan kemampuan ogah-ogahan berjabat tangan.

Bahkan aku sendiri tidak begitu yakin mampu mengingat sekaligus mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah kukeruk saat-saat duduk di bangku perkuliahan.

Sialnya, kini statusku menjadi pengangguran Ibu-bapakku kelimpungan

tetangga kiri-kanan, tak bosan-bosannya menjadikanku bahan olokan yang tak berkesudahan. 

Sempat, satu waktu permusuhan datang ke hadapan

menawarkan keluargaku memutus tali persaudaraan dengan tetangga pemilik mulut ember yang bocornya keterlaluan.

Sumpah serapah sempat berhamburan

ingin menyumpal mulut ember tetangga dengan gaji pertamaku

mungkin karena sogokan, ia akan termakan caci maki sendiri yang dilolongkan ke setiap penjuru rumah dan halaman. 

Esok hari keceriaan sempat membucah seujung kuku

seorang teman melayangkan posisi jabatan yang menjanjikan

namun uang muka 25 juta harus dikorbankan

edan!

Apa-apaan ini? Gila memang! 

masuk kerja pun harus dimanipulasi

maksud mencari uang malah justru dipelontosi

kesempatan kerja harus dibeli.

Ohya, aku lupa

tak ada sanak famili yang menjabat

teman yang bekerja di birokrasi pun sudah lama tak bersua via kontak

duniaku terasa tamat, sedang aku bukan anak penjabat.

Sementara kesempatan berkarir telanjur diborong begundal-begundal tengik pelanggeng dinasti yang rakusnya tidak ketulungan.

Tertanda sang pencari kerja.

Tulungagung, 5 September 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun