Koleksi ijazahku tersimpan rapi dalam pengagungan dan kehormatan
jenjak pendidikan yang kuenyam tidak sembarangan
orang-orang bilang, "biayanya mahal!" rentetan sidang skripsi harus ditebus dengan harga warisan yang paling disayang,
tanah berhektar-hektar pun raib digondol kebutuhan
sawah-sawah berpindah tangan kepemilikan.
Haqqul yakin, yang tersimpan dalam benak orangtuaku hanya satu
pun apa-apa yang tidak bisa menjadi mungkin teruntuk anak adalah kebalikan
sementara dalam pundakku yang bidang tertengger beribu-ribu harapan.Â
Cerita pilu dan nasib yang tak kunjung memihak pun mulai dipertanyakan.
Setelah menyandang gelar yang diidam-idamkan, aku terbelalak menatap dunia yang mendadak gahar
mendapat pekerjaan tak semudah membalikkan telapak tangan