Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Menjaga Akhlak Bermedia Sosial di Era Teknologi yang Semakin Pesat (Antara Ironi, Fakta dan Harapan)

2 September 2021   14:34 Diperbarui: 2 September 2021   20:29 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dokumentasi Pribadi

"Meski pun penguasaan media sosial penting bagi pembelajaran, akan tetapi tetap saja kita jangan sampai kebablasan dan melupakan batasan", Dewar Alhafiz.

Kehilangan ruang privasi di zaman yang serba canggih dan eksis ini adalah wujud keironisan daripada chaos-nya kehidupan nyata. Sebutkan saja seperti ketidakmampuan menerima rupawan, sosial ekonomi masyarakat yang timpang, pendidikan yang timpang dan masalah kesehatan serta kriminalitas.

Sebagai akibatnya, banyak orang yang memilih memindahkan segala bentuk aktivitasnya ke media sosial. Gerak sedikit cekrek, lalu unggah. Sialnya, hal itu berbanding lurus dengan konsepsi kemerdekaan yang tak mengenal batas. Apa-apa serba diunggah, meskipun itu kadang kala melanggar kode etik, norma sosial di masyarakat dan lain sebagainya.

Ambil saja contohnya, kita kerap kali melihat fake account (akun bodong) yang dengan sengaja menyuguhkan berbagai macam jenis hoaks, gambar senonoh dan video yang tidak semestinya dipertontonkan. Bahkan tidak jarang, tendensi yang justru memenuhi status media sosial itu lebih mengutamakan jumlah viewer daripada bobot dan dampak yang akan dituai oleh khalayak. 

Terlebih jika mengingat, viewer dan netizen dalam bermedia sosial di era ini tidak berbatas usia. Duduk masalah pun kian kompleks, tatkala kita melihat fakta di masa pandemi bahwa media sosial kini menjadi rumah utama bagi kalangan pelajar. Tak terhitung berapa banyak jumlah hilir mudik tugas pembelajaran yang berbasis media sosial. 

Seiring dengan hilir mudik pengalihan tugas pembelajaran yang berbasis media sosial itu, ada beberapa tanda yang jelas-jelas tertangkap basah secara kasat mata. Pertama, presentase penggunaan dan ketergantungan masing-masing kita terhadap gadget kian intim. Siang, sore, malam bahkan sampai-sampai kita sendiri tak mengenal kapan waktu yang tepat untuk berselancar di dunia Maya.

Kedua, penggunaan paket data kian meningkat. Hadirnya tugas via daring juga turut mempengaruhi tersedianya kuota data yang dimiliki oleh masing-masing kita. Kadang kala kita merasa kelabakan manakala di tengah-tengah pengerjaan tugas kuota data kehabisan. 

Ketiga, beralihnya kuota data dan WiFi sebagai kebutuhan primer. Jika dahulu sebelum masa pandemi, kuota data WiFi statusnya masih tergolong sebagai kebutuhan tersier, maka statusnya sekarang sudah menjadi kebutuhan sekunder, bahkan di waktu-waktu tertentu--yang bersifat mendesak dan genting--menduduki posisi sebagai kebutuhan mendasar, primer. 

Keempat, pemasangan WiFi di rumah semakin menjadi primadona. Yang memiliki perhitungan matematika dan manajemen keuangan yang baik, umumnya akan memilih memasang WiFi di rumah daripada harus seminggu sekali memborong paket data. Hal itu terjadi karena dalam perhitungan mereka, selisih harga yang harus dibayarkan berbeda jauh. Ada efisensi harga dan kemanfaatan yang harus diperhatikan. 

Kelima, penjualan smartphone Android kian membabi-buta. Tidak hanya penjualan kuota data dan pemasangan WiFi yang marak diserbu oleh pelanggan, pada kenyataannya lapak-lapak penjajak smartphone juga turut merup untung yang besar. Terlebih, memiliki gadget secara mandiri lebih cenderung membuat orang tua merasa aman akan keberlangsungan pembelajaran sang anak.

Saking pentingnya memiliki smartphone untuk mendukung proses pembelajaran, mungkin kita masih ingat dengan rentetan kasus kriminalitas tentang pencurian hp yang belakangan kian memadati headline pemberitaan. 

Ada konsepsi, banting tulang mencari uang bukan lagi untuk sesuap nasi, melainkan karena rengekan anak yang ingin dibelikan handphone. 

Ketidakmampuan menyeimbangkan antara kebutuhan yang bersifat mendesak dan penghasilan yang sangat minim itulah yang memberanikan diri seseorang untuk menggunakan cara pintas, meski pun melanggar hukum.

Mirisnya, tatkala semua kebutuhan akan media pembelajaran sudah terpenuhi, umumnya orang dewasa (orang tua dan keluarga lainnya) acap kali lepas tangan dan seolah-olah tidak mau tahu. Di satu pihak, mereka sedang mempraktikan arti dari kepercayaan dan kemandirian tentang merdeka belajar, sementara di lain sisi mereka sedang menjerumuskan aset masa depan. 

Kenapa disebut menjerumuskan aset masa depan? Sebab, menggunakan gadget tanpa bimbingan dan pengawasan orang dewasa juga bisa salah kaprah. Sudah seharusnya kemerdekaan dalam belajar itu tetap berjalan di bawah pengawasan dan pengendalian dari orang dewasa. 

Jika tidak demikian, maka hilanglah sudah tujuan utama. Jangan biarkan mereka (anak-anak kita) terjebur dan terlena memindahkan identitas dirinya dengan berselancar di dunia Maya secara kebablasan. Dan itu, adalah PR besar bagi kita semua 

Harapan ke depannya tentu, setiap generasi milenial seharunya lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial. Gunakanlah setiap media sosial yang ada sebagai sarana memperbaiki diri, meningkatkan kualitas  dan wawasan pengetahuan yang kita miliki.

Tidak ketinggalan juga, gunakanlah semua piranti tersebut untuk mencari jejaring relasi (teman) agar kita mampu memberikan kontribusi melalui sharing pengalaman dan wawasan. Dan yang paling penting daripada itu semua adalah berusaha bermedia sosial dan menjaga relasi tersebut di atas kode etik dan akhlak. 

Baik itu akhlak dalam konteks (give, take dan share) berupa tulisan, gambar atau pun video tertentu yang kita unggah. Usahakan semua itu dilakukan berdasarkan kenuranian dan keramahan dalam bermedia sosial. 

Sekali lagi, bermedia sosial lah dengan bijak! Bukan bermedia sosial hanya semata-mata karena nafsu syahwat dan menghabiskan waktu dengan menatap semua hal yang tak memberikan kemanfaatan. Terlebih-lebih, apa yang kita baca, tonton dan diikuti akan banyak mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.

***

Ohya, ide tulisan ini sebenarnya telah lama tertimbun di app note handphone saya, lantas kemudian diolah dan dikembangkan kembali. Dahulu, persoalan ini sempat diangkat dalam tantangan menulis dengan durasi waktu lima menit pada seleksi calon penanggung jawab (PJ) KMOI. 

Tulungagung, 2 September 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun