Ada konsepsi, banting tulang mencari uang bukan lagi untuk sesuap nasi, melainkan karena rengekan anak yang ingin dibelikan handphone.Â
Ketidakmampuan menyeimbangkan antara kebutuhan yang bersifat mendesak dan penghasilan yang sangat minim itulah yang memberanikan diri seseorang untuk menggunakan cara pintas, meski pun melanggar hukum.
Mirisnya, tatkala semua kebutuhan akan media pembelajaran sudah terpenuhi, umumnya orang dewasa (orang tua dan keluarga lainnya) acap kali lepas tangan dan seolah-olah tidak mau tahu. Di satu pihak, mereka sedang mempraktikan arti dari kepercayaan dan kemandirian tentang merdeka belajar, sementara di lain sisi mereka sedang menjerumuskan aset masa depan.Â
Kenapa disebut menjerumuskan aset masa depan? Sebab, menggunakan gadget tanpa bimbingan dan pengawasan orang dewasa juga bisa salah kaprah. Sudah seharusnya kemerdekaan dalam belajar itu tetap berjalan di bawah pengawasan dan pengendalian dari orang dewasa.Â
Jika tidak demikian, maka hilanglah sudah tujuan utama. Jangan biarkan mereka (anak-anak kita) terjebur dan terlena memindahkan identitas dirinya dengan berselancar di dunia Maya secara kebablasan. Dan itu, adalah PR besar bagi kita semuaÂ
Harapan ke depannya tentu, setiap generasi milenial seharunya lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial. Gunakanlah setiap media sosial yang ada sebagai sarana memperbaiki diri, meningkatkan kualitas  dan wawasan pengetahuan yang kita miliki.
Tidak ketinggalan juga, gunakanlah semua piranti tersebut untuk mencari jejaring relasi (teman) agar kita mampu memberikan kontribusi melalui sharing pengalaman dan wawasan. Dan yang paling penting daripada itu semua adalah berusaha bermedia sosial dan menjaga relasi tersebut di atas kode etik dan akhlak.Â
Baik itu akhlak dalam konteks (give, take dan share) berupa tulisan, gambar atau pun video tertentu yang kita unggah. Usahakan semua itu dilakukan berdasarkan kenuranian dan keramahan dalam bermedia sosial.Â
Sekali lagi, bermedia sosial lah dengan bijak! Bukan bermedia sosial hanya semata-mata karena nafsu syahwat dan menghabiskan waktu dengan menatap semua hal yang tak memberikan kemanfaatan. Terlebih-lebih, apa yang kita baca, tonton dan diikuti akan banyak mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.
***
Ohya, ide tulisan ini sebenarnya telah lama tertimbun di app note handphone saya, lantas kemudian diolah dan dikembangkan kembali. Dahulu, persoalan ini sempat diangkat dalam tantangan menulis dengan durasi waktu lima menit pada seleksi calon penanggung jawab (PJ) KMOI.Â