Sesaat kemudian, Roni datang dengan sedikit membungkuk melewati sela-sela keluarga yang duduknya melingkari meja akad.
Penghulu: Sudah siap segalanya ya Mas? Silakan tarik nafas dulu mas, supaya nanti tidak salah ucap pas ijab qobul.Â
Roni: Siap pak. (Ketusnya, sembari berusaha keras menanggalkan kecamuk rasa yang kian membuncah tidak karuan).
Sat-sit-set, penghulu dengan lancar membimbing tiap rangkaian Fardu dalam akad nikah. Hingga sampailah waktunya Roni mengucapkan qobul.
Roni: Saya terima nikah dan kawinnya Ayunda Dewi bin bapak Samad dengan mas kawin seperangkat alat salat, uang Rp. 200.000,- dan emas batangan 50 gram dibayar ngutang.
Penghulu: Lohhh..Mas, siapa itu Ayunda Dewi? Lagian, ini beneran mahar nikahnya ngutang?
Roni: Waduh... Ma'af pak saya salah sebut nama. Ayunda Dewi mantan saya. Habisnya nama depannya sama si pak. Nah, kalau maharnya ngutang, itu keceplosan pak. Maklumlah pak, ini musim paceklik. Bansos saja dikorupsi pak.Â
Penghulu: Sudah... Sudah... Mari kita ulang lagi. Kamu yang fokus, makanya. Awas ya... kalau salah lagi, nanti nikahnya ditunda sampai belut berbulu.Â
(Roni terhiyak seketika mendengar perkataan penghulu).
Tanpa jeda, penghulu kembali memulai akad, dan tibalah saatnya Roni mengucapkan qobul. "Saya terima nikah dan kawinnya Ayunda Ningtyas Bin bapak Samad dengan mas kawin seperangkat alat salat, uang Rp. 200.000,- dan emas batangan 50 gram dibayar kontak," ucap Roni dengan nafas satu kali tarikan.
"Sah, sah, sah," gema saksi dan keluarga kecilnya yang turut memeriahkan.Â