Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Istilah Momentum dan Fenomenal yang Berlaku di Bulan Ramadan

17 Mei 2021   16:28 Diperbarui: 17 Mei 2021   16:38 2129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

"Karena pikiran adalah burung dari jarak, yang berada dalam sangkar kata-kata yang dapat membuat sayapnya namun tak dapat terbang," Kahlil Gibran.

Sudah berapa lamakah kita menjabat tangan Ramadan? Menjadikannya tamu agung dalam menempa kendali urusan rohani dan kenuranian. Tapi, sudahkah kita benar dalam menyebutkan istilah yang berlaku khusus di bulan suci Ramadan? Jika masih saja keliru, mari kita luruskan sama-sama mulai dari sekarang.

Patokan kebenaran dalam menyebutkan istilah yang berlaku dalam konteks Ramadan sendiri bukan bertumpu pada koridornya yang mengada-ada, kenyamanan yang timbul karena asumsi kefasihan secara verbal dan artikulasi, melainkan menyebutkan istilah berdasarkan kebakuan kata sesuai dengan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Dalam konteks ini, bahasa Ibu (induk) yang merupakan bahasa kebangsaan menjadi parameternya.

Jikalau boleh jujur, pengoleksian, pelafalan dan pengoreksian beberapa istilah yang berlaku dalam bulan suci Ramadan ini adalah salah satu hal yang kadang luput dari perhatian kita semua, khususnya kalangan muslim sendiri yang gencar menggunakannya. Entah baku ataupun tidak, istilah yang terdengar itu yang kerapkali digunakan oleh kita. Iya apa tidak?

Artinya, secara tidak sadar selama menikmati momen kala Ramadan itu pula pelafalan slang terus berulang-ulang sekaligus masih saja ogah-ogahan dalam mencari pijakan pembenaran dan untuk dibenarkan. Padahal, secara sadar kita semua tahu bahwa pengkhususan istilah itu hanya berlaku selama dan kehadirannya selalu dikait-kaitkan dengan bulan suci Ramadan.

Sederhananya, korelasi dan penyematan istilah itu, secara genealogis bukanlah sesuatu hal yang ujug-ujug, spontanitas muncul dengan kemandiriannya. Melainkan selalu ada sebab-akibat, latarbelakang dan historitas kejadian yang mengitarinya.

Pendek kata, saya hendak menyebutkan istilah-istilah yang ada itu berkaitan erat dengan bulan suci Ramadan yang sifatnya  momentum dan fenomenal. Momentum dan fenomenal seperti apa maksudnya? Nah kan jadi penasaran. Untuk mencapai titik terangnya mari kita gali satu-persatu penjelasannya.

Pertama, keberlakuan istilah sebab kehadiran Ramadan sebagai bulan yang bersifat momentum. Untuk sampai pada pemahaman yang purna atas poin yang pertama ini alangkah baiknya kita  menggali makna dari kata momentum terlebih dahulu.

Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan momentum menjadi tiga makna, yakni saat yang tepat; besaran yang berkaitan dengan benda yang besarannya sama dengan hasil kali (darab) massa benda yang bergerak itu dan kecepatan geraknya; kuantitas gerak; dan kesempatan.

Dari ketiga makna momentum itu, maka relevansi makna yang tepat dengan bulan Ramadan adalah sebagai 'saat yang tepat' ataupun 'kesempatan' yang langka. Berkaitan dengan posisi Ramadan yang mengandung kedua makna itu, lantas tidak salah jika Kang Jalal (panggilan hangat untuk Jalaluddin Rakhmat) menyebut Ramadan sebagai bulan yang tepat untuk madrasah ruhaniah.

Madrasah ruhaniah di sini berarti menjadikan puasa dan berguru kepada ilahi sebagai pusat keintiman penghambaan di bulan yang suci. Sehingga, dengan memasuki madrasah ruhaniah berarti menjalani pelatihan untuk menggeser perhatian yang berlebihan pada ego kita. Secara persuasif, kehadiran Ramadan mengajak kita untuk berhijrah dari "rumah yang sempit" menuju Allah dan Rasul-Nya, "rumah semesta yang tak terhingga".

Pemahaman itu berpijak pada alasan mengapa puasa disyariatkan kepada seluruh agama (?). Pertama, saum berperan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan yang kedua, karena agama dapat memenuhi kebutuhan spiritual manusia. Itu artinya kelahiran agama bertujuan memenuhi kebutuhan ruhaniah manusia dalam skala yang pasti. Agama sebagai institusi kebutuhan ruhaniah, (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 21).

Selain itu, terdapat pula pesan moral dari diwajibkannya saum di bulan Ramadan, di antaranya; supaya manusia tidak memakan sembarangan makanan, jangan jadikan perut kita sebagai kuburan orang lain (orang kecil) dan yang bukan haknya, serta berbagilah rezeki dengan yang lain (berikanlah perhatian yang tulus terhadap orang-orang yang menderita di sekitar kita), (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 42).

Sebagai madrasah ruhaniah yang bersifat momentum maka istilah kegiatan yang umumnya khalayak lakukan sepanjang Ramadan di dalamnya ialah meliputi; puasa (siam; saum), takjil, tarawih, sahur, imsakiah, tadarus Al-Qur'an hingga khatam, ngabuburit bersama Nara, itikaf hingga salat berjemaah di masjid, disunahkan berbuka dengan kurma sampai dengan menunaikan qiamulail.

Tatkala Ramadan menjelang akhir, umat Islam diwajibkan untuk membersihkan diri dengan mengeluarkan zakat fitrah. Dalam proses zakat itu maka muncullah Muzaki (orang yang mengeluarkan zakat) dan Mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Selain itu, disunahkan menunaikan salat Idulfitri, dan melangsungkan halalbihalal kepada sanak famili dan karib-kerabat.

Sedangkan kehadiran Ramadan sebagai bulan yang bersifat fenomenal ialah merujuk pada adanya kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi dan hebat pada bulan suci Ramadan. Tentu, makna fenomenal di sini sesuai dengan standaritas kebakuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Adapun di antara kejadian luar biasa yang terjadi pada bulan suci Ramadan ialah peristiwa turunnya Al-Qur'an pertama kali kepada Nabi Muhammad Saw di gua Hira pada tanggal 17 Ramadan yang kerap kita  sebut dengan peringatan Nuzululquran serta malam yang penuh kemuliaan, di mana apabila setiap orang berbuat kebaikan pada malam itu maka pahalanya akan dilipatgandakan, tersebutkanlah malam itu dengan lailatulqadar.

Sementara bagi mereka (muslim) yang tidak menjalankan puasa dikarenakan sakit yang menahun, penganyakit tua dan lain sebagainya, maka mereka harus membayar denda atau fidiah. Sementara bagi perempuan yang nifas, haid, hamil dan menyusui, cukup membayar puasa dengan mengada puasa di hari lain setelah puasa Ramadan berakhir.

Dari pemaparan di atas secara tidak langsung sebenarnya kita telah banyak menyebutkan beberapa istilah baku (sesuai dengan KBBI) yang berlaku dalam bulan Ramadan. Mulai dari nama bulan suci Ramadaan yang memang ejaan penulisannya yang benar adalah Ramadan, bukan Ramadhan, Romadhon dan lain sebagainya.

Puasa ataupun saum memiliki makna yang sama. Sumanto Al Qurtuby (salah seorang profesor di King Fahd University of Petroleum and Minerals) menyebutkan akar kata puasa berasal dari kata Sansekerta "upavasa" yang berarti hidup dekat dengan (Nya). Sementara umat Islam dan orang Arab tahunya siam atau saum. Begitulah keterangan yang beliau tuliskan di kanal Facebook miliknya. Maka tidak heran, jika Kang Jalal menyebutkan tradisi puasa itu memang ada di semua agama.

Istilah yang digunakan untuk menunggu momen buka puasa, atau ngabuburit di luar sebenarnya tidak baku, yang benar adalah ngabuburit bersama Nara. Menu untuk membatalkan puasa tatkala azan Magrib tiba, disebut takjil, bukan ta'jil. Menunaikan salat tarawih, bukan taraweh. Dan beberapa istilah lain yang telah saya tebalkan di atas.

Nah, dari sana semoga kita semua bisa mafhum dan bisa memilah-milah mana istilah baku dan tidak yang berlaku khusus pada saat bulan Ramadan. Pemahaman atas  istilah yang baku ini tentunya adalah hal mendasar dari kebiasaan baik dalam upaya introspeksi dari satu Ramadan sebelumnya menuju Ramadan selanjutnya.

Akhirnya sampailah saya harus mengutarakan doa dan harapan; "Selamat hari raya Idulfitri 1442 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua dipertemukan dan dikehendaki oleh Allah SWT untuk mencicipi nikmatnya puasa di bulan Ramadan selanjutnya. Amin.

Tulungagung, 16 Mei 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun