Nah, di bawah ini hasil tulisan kejar tayang saya yang amburadul. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Hibriditas Pergerakan Nasionalisme Boedi Oetomo
Menyoal tentang Boedi Oetomo tentunya tidak akan pernah lepas dari sejarah hegemoni kolonialisme dan inferioritas pribumi yang sengaja dibentuk pada masa penjajahan Belanda. Satu masa sebelum masyarakat pribumi Hindia-Belanda memproklamirkan diri untuk merdeka dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sederhananya, kemunculan Boedi Oetomo menandakan perubahan pola pikir dan taktik perjuangan panjang yang telah lama digencarkan. Yakni perpindahan haluan perjuangan dari yang semata-mata mengandalkan kekuatan fisik yang bersifat sektoral dan ego kelompok parsial menjadi perjuangan yang bertumpu pada pemikiran- satu pandangan dalam hal; pentingnya kesatuan, adanya semangat nasionalisme dan kehendak untuk merdeka.
Lantas bagaimana Boedi Oetomo menarik simpati dan dukungan dari semua kalangan masyarakat Hindia-Belanda untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut? Hal itu akan terjawab tuntas tatkala kita mengulik dalam tentang sepak terjang Boedi Oetomo sebagaimana yang telah dituliskan tinta sejarah.
Boedi Oetomo secara sah berdiri pada 20 Mei 1908. Organisasi pergerakan nasional yang bertujuan untuk menyongsong kemerdekaan. Satu pergerakan nasional rintisan yang kemudian mendorong lahirnya organisasi lain yang banyak menghimpun kekuatan ideologi bhineka tunggal Ika, (Gamal Komandoko, 2008: 46). Karena alasan ini pula selanjutnya tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari kebangkitan Nasional.
Berdirinya pergerakan Boedi Oetomo diinisiasi oleh para mahasiswa kedokteran STOVIA di Batavia, (Winahyu dkk., 2017: 98). Nagazumi (1989: 10) menyebutkan di antara tokoh muda yang memiliki peran penting dalam berdirinya organisasi pergerakan nasional ini ialah Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soewarno, Goembreg, Mohammad Saleh dan Soelaiman. Namun, tokoh yang paling berjasa di antara mereka adalah Soetomo. Lantas tidak heran, jika banyak orang yang menggadang-gadang Soetomo sebagai pendiri Boedi Oetomo.
Terbentuknya pergerakan Boedi Oetomo terilhami dari gagasan untuk merubah nasib bangsa Indonesia yang ditawarkan Dr. Wahidin Sudirohoesodo tatkala beliau bertandang ke STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten; Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera), (Gamal Komandoko, 2008: 40). Seorang priyayi rendahan alumni STOVIA yang yang berprofesi sebagai asisten Wedana yang bergelar dokter, (Nagazumi, 1989: 41).Â
Adapun gagasan yang ditawarkan Dr. Wahidin Sudirohoesodo untuk merubah nasib bangsa Indonesia ialah dengan menyokong semangat mengenyam pendidikan pelajar-pelajar pribumi yang berprestasi namun tidak mampu secara finansial. Dalam artian, beliau mengusulkan kepada pemerintah Hindia-Belanda agar adanya bantuan dana untuk para pelajar pribumi yang berprestasi untuk melanjutkan sekolah. Atas dasar alasan itu pula, beliau berkeliling ke kota-kota besar yang ada di pulau Jawa untuk menyarankan kepada rakyat pribumi untuk bersekolah di STOVIA, (dikutip dari www.kebudayaan.kemendikbud.go.id)
STOVIA sendiri adalah sekolah kedokteran milik pemerintahan Belanda yang didirikan pada 1851. Lembaga pendidikan yang standaritasnya sengaja disetarakan dengan pendidikan kedokteran yang ada di Belanda dan didirikan atas usulan direktur Sekolah Dokter Jawa, H. F. Roll, guna menyukupi kebutuhan dokter dalam mengatasi berbagai macam wabah yang menyebar di wilayah Hindia-Belanda.Â
Di samping itu, seolah mengetahui celah yang ada, selaku organisasi yang berdiri di bawah pengawasan kolonial Belanda, Boedi Oetomo murni bertujuan untuk memperjuangkan hak mengembangkan potensi sosial, kebudayaan dan pendidikan bagi rakyat pribumi, serta tidak ada kecenderungan pada arah politik. Karena tidak adanya kecenderungan politik yang ditampilkan oleh Boedi Oetomo dan mengingat kebutuhan yang dimiliki oleh pihak kolonial maka organisasi pergerakan nasional ini diizinkan keberadaannya.