Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Normalisasi Sungai Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Bencana

17 Februari 2021   11:46 Diperbarui: 17 Februari 2021   12:00 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagaimana diberitakan Kompas.com (24/1/2021) semenjak bulan Oktober tahun yang lalu puncak musim hujan telah diprediksikan akan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2021. Perkiraan ini berangkat dari perhitungan yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang mencatat bahwa sebanyak 94 persen dari 342 zona musim kejadian bencana alam akan terjadi di Indonesia. 

Sudah selaiknya, prediksi yang diproyeksikan oleh BMKG tersebut menjadi bahan acuan berbenah bersama untuk menghadapi puncak musim penghujan.

Idealnya memang harus sedemikian rupa sehingga dampak dari timbulnya bencana tidak menyebabkan luka dan duka cita sekaligus trauma yang tak terhingga. Atas dasar itu pula segala bentuk upaya antisipasi guna meminimalisir dampak bencana sangat penting dilakukan secara seksama. 

Maka sudah seharusnya, prediksi itu tak lain adalah bentuk sinyalmen untuk pihak-pihak yang bersangkutan, utamanya menjadi catatan tersendiri bagi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), entah itu bagi pihak yang ada di pusat maupun pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ada di masing-masing daerah.

Salah satu upaya bijak BPBD dalam menindaklanjuti prediksi puncak musim penghujan itu ialah dengan menginstruksikan khalayak ramai untuk tetap siaga atas kemungkinan besar yang harus dihadapi termasuk di dalamnya memastikan tata kelola kondisi sungai yang baik sebagai sarana pembuangan air. 

Kondisi sungai yang kurang baik ataupun mengalami pendangkalan akibat tumpukan limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai sembarangan sebaiknya ditangani sesegera mungkin. Mulailah dengan melakukan pengecekan, analisis yang akurat dan tindaklanjut yang tepat. Pengerukan sungai demi normalisasi aliran dan kapasitas air sangat perlu dilakukan. 

Selain disebabkan penumpukan limbah rumah tangga yang sengaja dibuang ke sungai, pendangkalan bisa juga dipicu oleh terjadinya abrasi dan longsor di tepian sungai. Atau memang intensitas hujan yang lebat justru membawa material yang disebabkan oleh longsor dan abrasi di bagian-bagian tertentu. 

Tentu dalam konteks ini menjaga normalisasi sungai tidak sekadar menjadi tugas pemerintah melainkan dibutuhkan gotong royong yang berlandaskan kesadaran. 

Jika peran pemerintah dalam menyikapi pendangkalan sungai itu direpresentasikan dengan adanya proses pengerukan menggunakan alat berat maka selaiknya khalayak masyarakat berpartisipasi dengan membuat tumpukan karung pasir yang disusun rapi di atas di parit, berusaha memungut sampah yang tersebar di sungai hingga senantiasa saling mewanti-wanti setiap orang supaya jangan sampai membuang sampah ke sungai.

Hal itu tidak hanya sekali dua kali saja dilakukan, alangkah baiknya kolaborasi partisipasi antara masyarakat dan pemerintahan dalam mengelola dan mengantisipasi pendangkalan sungai itu terus berlanjut dalam rentang waktu yang tak terdefinisikan. 

Sampai di sini nampaknya kita diberikan ruang bebas untuk mengernyitkan dahi guna merenungkan satu pertanyaan; Bukankah melestarikan lingkungan sekitar itu adalah kewajiban setiap manusia? Jelmaan atas kewajiban itu dalam agama Islam digambarkan dengan istilah Hablum minal 'alam. 

Relasi manusia dengan alam yang selalu terjalin dalam bentuk kesalingan; berhubungan, keterlibatan dan ketergantungan. Adanya bentuk kesalingan ini pula yang kemudian menjadi alasan kenapa manusia kerap menggelar seremonial ritus terhadap alam sebagai tanda penghormatan.

Satu penghormatan terhadap alam yang sering digambarkan dengan simbol-simbol, hari-hari penting dalam proses pertanian sampai dengan membentuk satu tradisi yang diagungkan. Cara pandang dan falsafah hidup bangsa yang diwariskan secara turun-temurun mengingatkan betapa pentingnya menjaga alam.

Dalam konteks kesalingan itu pula nampaknya tidak menjadi berlebihan-bahkan penting adanya- apabila kita bersikap tegas, sigap dan siap siaga atas prediksi perubahan yang akan terjadi terhadap alam. 

Bagaimanapun masing-masing manusia harus memiliki rasa tanggung jawab, kepekaan dan tenggang rasa yang tinggi atas bahaya yang sewaktu-waktu mengancam ruang lingkup zona Kehidupannya. Lepas entah itu bencana alam yang memang disulut oleh perbuatan nakal tangan manusia atau memang murni kehendak alam semesta. 

Akhirnya, di sini dengan penuh kesadaran secara pribadi penulis hendak mengajak segenap pembaca untuk menjaga normalisasi sungai di sekitar lingkungan masing-masing kita. Sikap kita terhadap alam sekitar sebenarnya turut mempengaruhi bagaimana kemudian alam memperlakukan kita.

Tulungagung, 17 Februari 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun