Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lima Hal Kecil yang Berarti

31 Desember 2020   12:54 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:26 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerjasama dan gotong royong ini tentu membutuhkan tenggang rasa, dimana masing-masing pribadi harus memiliki rasa yang peka, empati yang tinggi dan sikap identifikasi atas dimensi yang sama sekali berbeda. Samudera rasa setiap orang tentu berbeda-beda kedalamannya, meskipun wajah mereka menebar senyum yang sama rata. 

Penggunaan tiga kata ajaib; ma'af, tolong dan terima kasih ini sejatinya sedikit banyak bersentuhan dengan keintiman penggunaan bahasa sang komunikator dan gejolak hati komunikan sebagai lawannya. Bagaimanapun sebagian besar di antara kita lebih suka bercakap-cakap ria tanpa mengontrol dan mengevaluasi setiap kalimat yang telah dilontarkan sebelumnya. Apakah itu bahasa yang tepat, tidak melukai hati lawannya atau malah menjadi bumerang bagi dirinya. 

Seseorang yang jumawa tidak menutup kemungkinan jika melakukan kesalahan maka dia enggan mengakui di mana letak kesalahannya. Terlebih lagi, mau lebih dulu mengutarakan kata ma'af atau meminta ma'af atas segala keteledorannya. Bagi orang yang jumawa, menuding dan menjadikan kambing hitam orang lain sangatlah mungkin sebagai upaya membangun citra.

Sebaliknya, bagi mereka yang rendah hati dan memiliki karakteristik pribadi pemaaf akan ringan mengucapkan kata ma'af, berani mengakui dan menyebutkan dengan detail di mana letak kesalahannya. Sikap introspeksi terhadap diri sendiri ini adalah hal yang luar biasa. Sementara jika orang lain menyalahkannya ia akan menerima sekaligus mengonfirmasi dengan menyebutkan kata "tolong" untuk menunjukkan di mana letak kesalahannya. 

Penyebutan kata tolong atau minta tolong lebih banyak disembunyikan di balik gumam kedua bibir kita. Padahal meminta kesediaan bantuan dari orang lain pun memiliki adab dan tata cara. Ada norma yang meliputi kehendaknya untuk mewujudkan setiap permintaan kita.

Tentu permintaan kita terhadap orang lain untuk melakukan sesuatu pun akan memiliki posisi dan respon yang berbeda. Antara permintaan dengan menyertakan kata minta tolong dan tidak menyertakan, sudah pasti memiliki nasib dan perlakuan yang tidak sama. 

Begitu halnya dengan kata terima kasih. Satu kata ajaib yang terkadang banyak menggetarkan hati kecil kita. Umumnya, seseorang akan merasa lega, bahagia dan merasa dihargai setelah melakukan sesuatu yang kemudian diucapkan kata terima kasih. 

Dapat dikatakan, mengucapkan kata terima kasih pada tempatnya adalah imbalan yang paling sederhana namun sangat mengena. Satu kata sederhana yang memiliki nilai sangat berharga. Bahkan jika kita disiplin mengamalkannya, maka ikatan persaudaraan di antara sesama umat manusia semakin kukuh saja simpulnya. Jika meminjam istilah Nur Cholis Madjid maka keadaan itu disebut dengan ukhuwah insaniah. Satu ikatan persaudaraan yang berlandaskan pada kesadaran atas hakikat nasabiah sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Pertanyaan, sudahkah kita mendisiplinkan diri mengamalkan kata ma'af, tolong dan terima kasih dalam kehidupan sehari-hari?

Ketiga, mendengar terlebih dahulu baru menjawab. Kebanyakan dari kita lebih suka memposisikan diri sebagai pembicara. Terlebih lagi berbicara banyak tentang apa yang menjadi kegelisahan dalam hidupnya. Bahkan saking gemarnya berbicara, terkadang kita membahas hal-hal yang tidak penting dan tidak diketahui kebenarannya. 

Alih-alih hendak mencairkan kejenuhan dan kegabutan diri dengan lancang asal menjawab, yang terjadi justru terjerumus pada keadaan sok tahu. Satu keadaan rapuh yang diam-diam diamini sebagai satu kebenaran tak bernas dalam upaya menjaga harga diri dan bullying dari berbagai kalangan. Sebutkan saja itu dengan kebebalan diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun