Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Nasib Sarjana

22 Desember 2020   06:54 Diperbarui: 22 Desember 2020   06:55 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mak, pensilku patah ragaku lelah
Buku-buku pelajaranku kusut dimakan waktu nan terus menjadi remah
Sudah terlalu lama aku lulus sekolah
Hingga sampai hati lupa cara menyerut pensil pun susah
"Ah, dasar payah!"

Kini, itu menjalar jauh ke lidah
Ngilu untuk mengunyah
Mulutku kaku untuk membaca semua arah
Semu dalam mengorek semua hasil sekolah
Dua belas tahun lebih padahal aku meniti jalan dengan duduk di bangku hasil jerih payah

Pun ibu-bapak meyakin diri harkat martabat keluarganya akan bertambah
Terubah
Anak sulungnya dipandang tangga menjadi buah
Lantaran pendidikannya pun telah lulus sarjana dengan biaya tidaklah mudah
Tanpa murah meriah

Sepetak tanah terjual sudah
Pula begitu dengan nasib setengah hektar sawah
Perparuh waktu mengisi perut pun kini menjadi susah
Sementara si sulung itu tak kunjung membawa hadiah
Tak lekas membawa kabar gembira pamungkas sebagai alamah

Keduanya kini mulai terangah-angah
Sediki jengkel menyimpan amarah
Tutur katanya kini mulai beracah-acah
Terlebih lagi mendengar si sulung selalu gagal melamar kerja di banyak tempat sudah
Ah, entahlah.

Sempat terpikir dibenaknya, mengapa nasib tak kunjung sembuh berbalik arah?
Apakah itu dinamakan salah melangkah?
Status anaknya tetap saja terkatung-katung dalam gegabah
Katanya kuliah tapi tak ada kompetensi ataupun tamah

Kepada siapa bapak harus merajuk?
Kepada siapa si sulung harus mengamuk?
Pemilik gedung-gedung menjulang tinggi tak mungkin mengambil sembarang orang tanpa petunjuk
Instansi pemerintahan tak mungkin merekrut karyawan bermodal skill terkutuk
Apalagi jika semua alasan hanya sekadar diajuk

Pikirnya, karena sarjana itu pekerjaan menjadi mudah
Serba-serbi kehidupan berdasi akan kian ramah
Ruang kantoran sebagai rumah
Sekejap kehidupan menjadi mewah

Kehidupan ini sungguh memuakan bukan?
Hanya pemimpi akut yang terjun payung dengan bersabar
Bergerak dan terus mencoba adalah satu-satunya jalan ninja pemabuk
Para pecandu mewujudkan setiap keberhasilan yang diidam-idamkan
Sementara jatuh bangun bukanlah berbicara soal kekalahan

Di tanduk keputusasaannya,
Si sulung sedang sibuk berjuang
Sementara ibu-bapaknya yang terus menua sudah tak sabar mencicipi hasil dari tetes keringat dinginnya

Tertanda sarjana muda menganggur,
Tulungagung, 21 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun