Mak, pensilku patah ragaku lelah
Buku-buku pelajaranku kusut dimakan waktu nan terus menjadi remah
Sudah terlalu lama aku lulus sekolah
Hingga sampai hati lupa cara menyerut pensil pun susah
"Ah, dasar payah!"
Kini, itu menjalar jauh ke lidah
Ngilu untuk mengunyah
Mulutku kaku untuk membaca semua arah
Semu dalam mengorek semua hasil sekolah
Dua belas tahun lebih padahal aku meniti jalan dengan duduk di bangku hasil jerih payah
Pun ibu-bapak meyakin diri harkat martabat keluarganya akan bertambah
Terubah
Anak sulungnya dipandang tangga menjadi buah
Lantaran pendidikannya pun telah lulus sarjana dengan biaya tidaklah mudah
Tanpa murah meriah
Sepetak tanah terjual sudah
Pula begitu dengan nasib setengah hektar sawah
Perparuh waktu mengisi perut pun kini menjadi susah
Sementara si sulung itu tak kunjung membawa hadiah
Tak lekas membawa kabar gembira pamungkas sebagai alamah
Keduanya kini mulai terangah-angah
Sediki jengkel menyimpan amarah
Tutur katanya kini mulai beracah-acah
Terlebih lagi mendengar si sulung selalu gagal melamar kerja di banyak tempat sudah
Ah, entahlah.
Sempat terpikir dibenaknya, mengapa nasib tak kunjung sembuh berbalik arah?
Apakah itu dinamakan salah melangkah?
Status anaknya tetap saja terkatung-katung dalam gegabah
Katanya kuliah tapi tak ada kompetensi ataupun tamah
Kepada siapa bapak harus merajuk?
Kepada siapa si sulung harus mengamuk?
Pemilik gedung-gedung menjulang tinggi tak mungkin mengambil sembarang orang tanpa petunjuk
Instansi pemerintahan tak mungkin merekrut karyawan bermodal skill terkutuk
Apalagi jika semua alasan hanya sekadar diajuk
Pikirnya, karena sarjana itu pekerjaan menjadi mudah
Serba-serbi kehidupan berdasi akan kian ramah
Ruang kantoran sebagai rumah
Sekejap kehidupan menjadi mewah
Kehidupan ini sungguh memuakan bukan?
Hanya pemimpi akut yang terjun payung dengan bersabar
Bergerak dan terus mencoba adalah satu-satunya jalan ninja pemabuk
Para pecandu mewujudkan setiap keberhasilan yang diidam-idamkan
Sementara jatuh bangun bukanlah berbicara soal kekalahan
Di tanduk keputusasaannya,
Si sulung sedang sibuk berjuang
Sementara ibu-bapaknya yang terus menua sudah tak sabar mencicipi hasil dari tetes keringat dinginnya
Tertanda sarjana muda menganggur,
Tulungagung, 21 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H