Padahal, tak jarang pula mereka menumpahkan keluh-kesahnya, bahwa sebelum tidur telah terbiasa memasang alarm sebagai pengganti maki orangtuanya. Entah nada dering suara semacam apa yang telah ditetapkan sebagai mode favoritnya. Tapi ia benar-benar telah memastikan alarm itu telah tersetting mode on dalam smartphone miliknya.
Anehnya, niatan untuk bangun di dini hari itu pun selalu kandas dengan rasa kantuk yang masih ranum. Takala alarm telah bunyi bukannya langsung bergegas ke kamar mandi, yang terjadi justru sebaliknya. Salah satu tangannya selalu terbiasa mematikan bunyi alarm untuk sejenak. Selebihnya, alarm itu terus menyala hingga durasi satu-dua jam berikutnya.
Masalahnya, kebiasaan jahil itu terus-menerus dilakukannya setiap hari. Hingga pernah untuk beberapa waktu tetangga kos muring-muring (mengeluh dan berkata-kata) karena bunyi alarm yang terus-terusan menyala.
Sesekali pernah tetangga kos masuk ke dalam kamar dan sekaligus mematikan alarm tersebut. Terkadang pula dengan sengaja mendekatkan smartphone itu persis di samping kuping sang empunya. Anehnya lagi, sang empu tidak risih dengan bunyi alarm itu, yang terjadi justru ia pulas dalam tidurnya.
Ah, memang benar juga bila dikatakan kalau tidur adalah latihan untuk mati. Di mana orang tidur tidak pernah sadar dan tak ingin tahu terhadap segala bentuk yang sedang terjadi. Tidur ya tidur, segala kemungkinan tatkala sedang tidur bisa saja terjadi, entah itu hal positif ataupun negatif, termasuk tak pernah bangun lagi alias mati.
Satu waktu Gus Baha pernah bercerita; "kalau saya hendam tidur itu pasti merasa berat dan susah untuk memejamkan mata, pasalnya persiapan tidur itu layaknya kita mempersiapkan diri untuk mati. Makanya, harus meminta maaf terlebih dahulu kepada sang pencipta dan segenap makhluknya, mengkhatamkan Al-Qur'an, bermunajat pada Baginda nabi Muhammad Saw hingga harus berhaji terlebih dahulu". Nah berat kan?
Nah, masalah krusial selanjutnya, jikalau bangun tidurnya saja telah kesiangan, maka secara otomatis segala aktivitasnya akan keteteran. Antara menunda-nunda pekerjaan dan membiasakan diri terjabak dalam kemalasan.
Jadwal rutinitasnya menjadi ruet dan muskil untuk ditata sedemikian rupa. Terlebih lagi jika diajak janjian masalah pekerjaan dengan orang lain. Alamat kandas, molornya minta ampun. Ah, itu semua si persis saya yang gemar kurang menghargai waktu.
Semoga sependek tulisan ini mampu menjadi bahan introspeksi diri masing-masing kita dan menjadi cambuk untuk lebih baik lagi. Amiiinnn.
Malang, 01 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H