Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Golongan Manusia Karet

1 Desember 2020   05:56 Diperbarui: 1 Desember 2020   06:57 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam perkembangannya, mereka sangat menonjol dalam praktek olahraga. Entah itu bola volly, sepak bola, tenis, catur, badminton dan lain sebagainya.

Sementara sebagai contoh golongan yang kedua, saya teringat dengan kebiasaan seorang teman kos yang memiliki kegabutan (kejuhan) tingkat dewa. Alhasil, merokok dan ngopi menjadi pelabuhan terbaik menghempaskan gundah gulana.

Kegabutan hakiki yang kerapkali menghantuinya itu tak jarang harus ia luapkan dengan mengisap tiga pack rokok Surya ataupun LA. Sembari menyembulkan asap dari mulut, terkadang ia memuntahkan kata-kata seenaknya dan sesuka hatinya. Entah itu enak didengar ataupun tidak oleh orang lain, yang penting dirinya merasa nyaman dan bahagia.

Pada saat kondisi gabut itulah penjajahan atas ruang hampa oleh kata-kata menjadi miliknya. Dia seorang adalah raja, sementara orang lain tak bukan hanya seorang pelengkap dari kehadirannya.

Pernah sekali, kegabutannya itu memuara pada pertikaian kata-kata yang saling mencibir dan memojokkan. Di antara sesama penghuni kos adu mulut, saling menuding siapa yang salah sembari menegakkan tinggi-tinggi bendera kemenangan dan kebenaran adalah milik egonya.

Akhirnya, upaya pembelaan atas kebenaran setiap pribadi pun berujung mengorek setiap permasalahan sekecil apapun yang pernah dilakukan oleh setiap masing-masing pribadi. Mulai dari urusan perut, lingkungan, kebiasaan, pemikiran hingga cara pandang. Untungnya, percekcokan itu dapat diakhiri dengan kalimat pengakuan yang menyadarkan.

Meski demikian, umumnya kegabutan itu lebih sering dilampiaskan di warung kopi. Di mana hanya di angkringan, di kedai ataupun di cafe ia akan leluasa berbincang dengan orang baru sembari mengisap sebungkus rokok dan secangkir kopi hitam. Hal itu ia lakukan hingga larut malam, bahkan bisa pula sampai dini hari.

Sebagai konsekuensi dari kebiasaan tersebut, tak jarang ia mengalami insomnia. Entah seberapa kuat hasrat untuk menutup mata tapi kopi hitam yang telah melintasi tenggorokannya membuat matanya bugar untuk tetap terjaga.

Tak jarang pula, ia lebih memilih mengantisipasi insomnia tersebut dengan streaming YouTube, life story Instagram hingga video call dengan sederet perempuan yang menjadi gebetannya.

Ah, masa remaja akhir yang mengukuhkan idealitasnya. Eh, dulu saya pun juga. Tapi rasa-rasanya tak separah itu pula saya mengumbar gundah gulana. Bagaimanapun kesendirian dan sunyi telah lama menjadi kawan setia dalam menapaki kehidupan di tanah rantauan.

Nah, di antara dua golongan tersebut pada kenyataannya masing-masing pribadi mereka kerapkali menerima konsekuensi yang sama, yakni terlambat untuk bergegas menyapa dunia. Bangun kesiangan menjadi rutinitas baru miliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun