Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Selaksa Masa

20 Oktober 2020   15:13 Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Terkatung-katung dalam hempasan masa

Berjingkrak ria melahap hura

Menghamburkan usia percuma

Huru-hara menantang sembilan nyawa

Dalam sandaran kurasi waktu itu manusia mengada

Tak menjadi soal jika pun harus berstatus suaka 

Karena baginya beranjak umur teruntuk menggila

Menerka ada menjajak rasa

Menjerumuskan diri tanpa asa

Entah apa itu maksudnya

Entah berapa peleton tujuan sebagai peluru ambisinya

Entah sejauh mana ia mengebiri norma

Entah itu menyutat luka atau pun suka

Apa pun itu namanya yang terpenting pernah mengecap bagian darinya

Merengkuh kepingan makna

Menyingsing segudang tanya

Nala patra sebagai singgasana

Sungguh tak apa jika pun melulu dituding biang keladi dari sekian perkara

Biang kerok segala bentuk sentilan, rusuh hingga hina menjelma

Tak apa, karena semua bukan menyoal narasi panjang tentang berpura-pura

Toh, manusia pernah memintal segala mantra

Dalam rancunya irisan rasa dan pertikaian logika

Mengumbar bahasa dan kecanggungan akan segala apa

Hal baru yang pertamakali terendus dalam jumpa tak lain adalah do'a

Berusaha dicecar, terbaca oleh panca indera

Ah, lengahnya segerombol massa dan kita

Terkadang berkelit-kelit tanpa ujung perihal melupa

Bahwa;

Setiap masing-masing orang pernah menggenggam masanya

Berpesta foya dikala remaja 

Menggunung amal di paruh usia tua

Apa iya, aku-jelata atas citra?

Apa iya, aku pengemis iba?

Mungkinkah benar aku budak orgasme cinta?

Pengincar harta, tahta dan wanita

Lantas, mengapa? Sekarang mau diapa?

Haruskah kumengadu pada sang senja?

Semburat jingga yang kini benar-benar telah rapuh dalam definisinya

Ternoda karena tingkah polah melodi gundah gulana

Ke-alayan itu telah menjamah Marwah identitasnya

Ndoroisme!

Telanjur tegak di pelupuk mata

Manusia sibuk menunggang sejengkal alasan hidup teruntuk apa

Berani menyetubuhi ruang demi terbilang dewasa

Padahal, jiwanya remuk

Dicambuk pengakhiran hidup yang tiap hari dijemput

Tulungagung, 20 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun