Do'amu wahai para guru, ia menembus langit, mengetarkan arasy, dan melesat menuju Rabb Yang Maha Pengabul. Sebelum menaklukan Konstantinopel, Al-Fatih meminta do'a pada gurunya Syaikh Aaq Syamsyudin, dalam resolusi Jihad di Surabaya Bung Tomo meminta do'a pada Kyai Hasyim asy'ari, dan Bung Karno tak pernah bosan meminta do'a pada A. Hassan.
Mengapa berdo'a juga butuh kesabaran? Guru yang shaleh lebih suka baca Al-Qur'an daripada ber-gadget ria, guru yang shaleh bergegas menuju panggilan adzan bersama murid-muridnya, dan guru yang sholeh tak lupa kuliah di madrasah kubra bernama qiyamullail meskipun siang tadi sudah berlelah-lelah menuntaskan aktivitas dan adminitrasi pendidikan.
Di sanalah guru shaleh membawa nama anak-anak didiknya dalam kemesran ber-khalwat dengan Tuhannya. Harus ekstra sabar bukan?
Seperti Abu Bakar yang mengimani campur tangan Allah dalam Isra Mi'raj, semoga guru-guru sekalian mampu mengimani keterlibatan Allah dalam dunia kita. Karenanya, kita kembali bersemangat mendidik, antusias memperkaya diri dengan lesson plan-lesson plan yang berkualitas,serta berdo'a dengan ikhlas untuk bertawakal menyerahkan sepenuhnya kepada Dzat Yang Maha Bijaksana.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H