Publik tengah dihebohkan dengan fakta persidangan yang mencuatkan nama SBY sebagai pihak yang mengetahui betul ketidakberesan proyek e-KTP saat beliau masih menjabat sebagai Presiden. Nama SBY pertama kali disebut oleh Amir Mirwan, yang dihadirkan sebagai saksi dalam Pengadilan Tipikor. Mirwan  selaku Wakil Ketua Partai Demokrat. Mirwan ini mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, dia berangkat dari Partai Demokrat juga.
Sebelum Mirwan diundang ke persidangan, namanya sudah lebih dulu disebut Nazaruddin. Kata Nazar, perundingan bagi-bagi duit proyek ini dipimpin Mirwan sebagai bagian dari Banggar. Tempatnya pun katanya di ruangan Fraksi Demokrat. Perlu diperhatikan kalau Demokrat kala itu adalah partai yang tengah memimpin, baik di DPR maupun istana. Proyek ini pun kelasnya udah nasional, dilindungi undang-undang.
Nah, dari sini kira-kira wajar nggak kalau Partai Demokrat yang sekarang mati-matian belain SBY? Meskipun sebenarnya kesaksian si Mirwan tidak menjurus sama sekali dan bisa disikapi biasa saja. Atau jangan-jangan memang ada yang ditutup-tutupi? Mengingat SBY juga lah yang menunjuk jajaran Kemendagri dan Seskab untuk jadi penanggung jawab proyek. Sekretaris Kabinet dan Kementerian Dalam Negeri ada di bawah kendali penuh Presiden bukan?
Seperti yang sudah diketahui, SBY masuk istana tahun 2004. Kala masa kepemimpinannya, proyek e-KTP ini sudah dicetuskan tahun 2006 lewat Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Di Pasal 64 ayat 3 secara khusus meyatakan jika "dalam KTP harus disediakan ... kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan." Gila, hampir 12 tahun berjalan tapi masih aja ada yang belum dapet e-KTP sampai sekarang! Setelah UU ini disahkan DPR, mulailah proses tender yang nantinya akan melibatkan Andi Agustinus. Andi ini kenal dekat dengan Novanto dan sudah lama jadi rekanan Kemendagri, di proyek e-KTP ia berjasa meloloskan anggaran 5,9 triliun yang nantinya dikebiri hampir setengahnya untuk dibagikan ke anggota DPR, Banggar, dan orang besar lain.
SBY Main Serong
Tentu bola salju ini bakal bergulir menyerang SBY. Sebagai orang nomor satu kala proyek e-KTP dicetuskan, SBY punya peran penting baik selaku Ketua Umum partai dominan saat itu dan Presiden RI. Mirwan yang saat itu politisi Demokrat didapati sering melapor terkait proyek ini ke Ketumnya. Begitu juga Mendagri dan Seskab yang melapor ke Presidennya.
Meski bau tidak sedap mulai tercium dari proyek ini, SBY tidak bergeming. Dari jangka waktu 2006 hingga 2013 ia kedapatan mengutak-atik Undang-Undang dan juga menerbitkan Perpres untuk menutupi kejanggalan dalam pelaksanaan mega-proyek ini.
28 Juni 2007 SBY meneken Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
19 Juni 2009 SBY menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional.
25 Mei 2010 SBY menandatangani Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009. Memundurkan target proyek e-KTP selesai tahun 2012.
27 September 2011 SBY mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009, yang menyebutkan KTP elektronik dilengkapi cip berisi rekaman data elektronik.
30 Desember 2012 SBY menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009.
27 Desember 2013 SBY merilis Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009. Peraturan ini bilang kalau KTP non-elektronik masih dapat berlaku hingga paling lambat 31 Desember 2014.
Dari jejak rekam di atas bisa dilihat dengan gamblang kejanggalannya. Sanggahan Ketum Demokrat Syarif Hasan soal keterlibatan SBY dalam korupsi e-KTP menjadi tidak masuk akal. Itu adalah pembelaan membabi buta, solidaritas sesama koruptor. Syarif bilang kalau wajar SBY meneruskan proyek itu karena sudah dilindungi Undang-Undang. Tapi, undang-undang siapa? Wong selama dicetuskan hingga SBY lengser jadi Presiden saja sudah 6 kali mengubah Undang-Undang tersebut. Ini bukan Presiden nurutin Undang-Undang, namanya Undang-Undang yang jadi alat Presiden dan DPR buat korupsi!
Saat menjabat kursi kepresidenan, SBY mendirikan beberapa Yayasan, yang juga berada di bawah nama istrinya. Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Kepedulian dan Kesetiakawanan, Yayasan Puri Cikeas, dan Yayasan Majelis Zikir SBY Nurussalam adalah empat dari entah berapa yayasan yang dipunyai SBY keluarga. Semua ini adalah basis penggalangan supporter dan dana buat keberlangsungan karir (dan kesejahteraan) klan Cikeas.
Sebenernya bukan cuma kasus e-KTP yang disinyalir jadi sumber mata uang SBY, ada skandal Century dan Hambalang. SBY ini licin sekali, semua kader jagoannya masuk ke penjara eh dianya sampe sekarang masih aman-aman aja. SBY kayaknya ambisius juga kaderisasi dari lingkaran keluarga, dua anak laki-lakinya dinikahkan secara politis. Yang sulung jadi mantu mantan Gubernur BI (akhirnya masuk penjara juga karena Century) dan yang bontot mantunya mantan Ketum PAN. Pengkaderan EBY ternyata gagal total, sosoknya yang terkesan selalu ragu-ragu dan membutut bapaknya bukan barang dagangan yang menarik. Lalu AHY pun dikorbankan.
Demokrat ini keberpihakannya juga selalu berubah-ubah. Sampai sekarang pun masih abu-abu, cenderung kelam kayak nasibnya. Waktu Pilpres 2014 sebenernya udah kebaca condong ke PAN dkk meskipun gabungnya telat. Setelah AHY kalah di Pilgub DKI Jakarta SBY kayaknya makin getol ngedeketin PKS. Beberapa kali SBY bikin pernyataan kontroversi yang ditujukan cari perhatian kalangan relijius. Isu kriminalisasi ulama ini gorengan SBY biar dia dilirik sama PKS dan PAN, padahal di era SBY Habib Rizieq pernah dipenjarakan 1 tahun 6 bulan atas tuduhan kekerasan. Nggak salah? Mau cari muka tapi sendirinya lupa ngaca!
SBY ini kayaknya punya pundi-pundi yang mendesak buat dihabiskan. Mungkin dia perlu banget cuci uang dari keuntungan korupsinya selama 10 tahun menjabat. Selain modalin dua anaknya ke panggung politik: EBY di Kabupaten Magetan dan AHY di DKI Jakarta.Â
Kekalahan telak di Pilgub Jakarta nggak bikin uang SBY abis! Tiga bulan kemudian The Yudhoyono Institute, sebuah lembaga penelitian, diresmikan di Jakarta. Kalau boleh sedikit memprediksi, kegetolan SBY pepet-pepet PKS dan partai-partai hijau bakal terus berlangsung sampai Pilpres 2019 mendatang. Bercermin pada peta politik saat ini, partai pro pemerintah terlihat susah dikalahkan. Maka SBY pun pakai jubah domba agar dilirik  ummat. Tentu bakal jadi godaan buat partai-partai relijius ini, mengingat dana Demokrat pasti nggak main-main gedenya. Dan tentunya, siap sebar sebelum kecium sama KPK!**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H