Mohon tunggu...
Politik

SBY Korupsi e-KTP: Buat Modalin AHY?

1 Februari 2018   10:20 Diperbarui: 3 Februari 2018   11:12 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

30 Desember 2012 SBY menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009.

27 Desember 2013 SBY merilis Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009. Peraturan ini bilang kalau KTP non-elektronik masih dapat berlaku hingga paling lambat 31 Desember 2014.

Dari jejak rekam di atas bisa dilihat dengan gamblang kejanggalannya. Sanggahan Ketum Demokrat Syarif Hasan soal keterlibatan SBY dalam korupsi e-KTP menjadi tidak masuk akal. Itu adalah pembelaan membabi buta, solidaritas sesama koruptor. Syarif bilang kalau wajar SBY meneruskan proyek itu karena sudah dilindungi Undang-Undang. Tapi, undang-undang siapa? Wong selama dicetuskan hingga SBY lengser jadi Presiden saja sudah 6 kali mengubah Undang-Undang tersebut. Ini bukan Presiden nurutin Undang-Undang, namanya Undang-Undang yang jadi alat Presiden dan DPR buat korupsi!

Korupsi buat Modalin AHY?

Saat menjabat kursi kepresidenan, SBY mendirikan beberapa Yayasan, yang juga berada di bawah nama istrinya. Yayasan Mutu Manikam Nusantara, Yayasan Kepedulian dan Kesetiakawanan, Yayasan Puri Cikeas, dan Yayasan Majelis Zikir SBY Nurussalam adalah empat dari entah berapa yayasan yang dipunyai SBY keluarga. Semua ini adalah basis penggalangan supporter dan dana buat keberlangsungan karir (dan kesejahteraan) klan Cikeas.

Sebenernya bukan cuma kasus e-KTP yang disinyalir jadi sumber mata uang SBY, ada skandal Century dan Hambalang. SBY ini licin sekali, semua kader jagoannya masuk ke penjara eh dianya sampe sekarang masih aman-aman aja. SBY kayaknya ambisius juga kaderisasi dari lingkaran keluarga, dua anak laki-lakinya dinikahkan secara politis. Yang sulung jadi mantu mantan Gubernur BI (akhirnya masuk penjara juga karena Century) dan yang bontot mantunya mantan Ketum PAN. Pengkaderan EBY ternyata gagal total, sosoknya yang terkesan selalu ragu-ragu dan membutut bapaknya bukan barang dagangan yang menarik. Lalu AHY pun dikorbankan.

Demokrat ini keberpihakannya juga selalu berubah-ubah. Sampai sekarang pun masih abu-abu, cenderung kelam kayak nasibnya. Waktu Pilpres 2014 sebenernya udah kebaca condong ke PAN dkk meskipun gabungnya telat. Setelah AHY kalah di Pilgub DKI Jakarta SBY kayaknya makin getol ngedeketin PKS. Beberapa kali SBY bikin pernyataan kontroversi yang ditujukan cari perhatian kalangan relijius. Isu kriminalisasi ulama ini gorengan SBY biar dia dilirik sama PKS dan PAN, padahal di era SBY Habib Rizieq pernah dipenjarakan 1 tahun 6 bulan atas tuduhan kekerasan. Nggak salah? Mau cari muka tapi sendirinya lupa ngaca!

SBY ini kayaknya punya pundi-pundi yang mendesak buat dihabiskan. Mungkin dia perlu banget cuci uang dari keuntungan korupsinya selama 10 tahun menjabat. Selain modalin dua anaknya ke panggung politik: EBY di Kabupaten Magetan dan AHY di DKI Jakarta. 

Kekalahan telak di Pilgub Jakarta nggak bikin uang SBY abis! Tiga bulan kemudian The Yudhoyono Institute, sebuah lembaga penelitian, diresmikan di Jakarta. Kalau boleh sedikit memprediksi, kegetolan SBY pepet-pepet PKS dan partai-partai hijau bakal terus berlangsung sampai Pilpres 2019 mendatang. Bercermin pada peta politik saat ini, partai pro pemerintah terlihat susah dikalahkan. Maka SBY pun pakai jubah domba agar dilirik  ummat. Tentu bakal jadi godaan buat partai-partai relijius ini, mengingat dana Demokrat pasti nggak main-main gedenya. Dan tentunya, siap sebar sebelum kecium sama KPK!**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun