Mohon tunggu...
Manda Laila
Manda Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi membaca buku dan bermain candy crush

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Semiotika Rolland Barthes, Mengungkap Sejarah dan Budaya Minuman Keras di Indonesia

16 Juli 2024   22:55 Diperbarui: 16 Juli 2024   23:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analis semiotika roland barthes : Mengungkap Sejarah dan Budaya Minuman Keras di Indonesia

Oleh : Angga Ade Pratama


2200030348@webmail.uad.ac.id

 

Dalam teori semiotika Roland Barthes, analisis tanda-tanda sangat penting untuk mengungkap makna yang tersembunyi di balik simbol-simbol yang kita temui sehari-hari. Barthes percaya bahwa tanda-tanda tidak hanya menghubungkan bahasa dengan dunia nyata, tetapi juga membentuk pemahaman kita akan realitas sosial dan budaya (Lustyantie, 2012).

Dalam semiotika Barthes, terdapat dua konsep utama yang relevan dalam analisis tanda-tanda:

  • Signifier (Penanda) : Merupakan bentuk fisik atau fenomenal dari tanda, seperti kata-kata dalam bahasa atau gambar-gambar dalam seni visual. Misalnya, gambar botol minuman keras atau kata-kata yang digunakan dalam iklan.
  • Signified (Penanda) : Merupakan makna atau konsep yang dikodekan oleh penanda. Ini adalah apa yang sebenarnya direpresentasikan oleh tanda tersebut dalam pikiran atau budaya kita. Contohnya, dalam konteks minuman keras, penanda bisa mencakup status sosial, kebebasan, atau keberanian.

Dengan menganalisis hubungan antara penanda dan penanda, Barthes mengungkapkan bahwa tanda-tanda tidak hanya mengkomunikasikan informasi secara langsung, tetapi juga mengandung lapisan-lapisan makna yang lebih dalam, terkait dengan konteks budaya, sejarah, dan ideologi. Pendekatan ini memberikan alat yang kuat untuk memahami bagaimana simbol-simbol dan tanda-tanda budaya berinteraksi dan memengaruhi cara kita memahami dunia di sekitar kita.

Konsep mitos dalam pemikiran Roland Barthes merujuk pada bagaimana sesuatu dapat diangkat menjadi lebih dari sekadar objek fisik atau praktis, menjadi simbol atau representasi yang mendalam dalam budaya (Swandayani, 2005). Dalam konteks minuman keras di masyarakat Indonesia, kita dapat menerapkan konsep ini untuk menggali makna simbolis yang terkandung di dalamnya:

  • Simbol Kebebasan: Minuman keras sering kali direpresentasikan sebagai simbol kebebasan dari batasan sosial atau norma tertentu. Konsumsi minuman keras dapat dipandang sebagai cara untuk melangkah dari aturan-aturan yang mengikat dalam konteks budaya atau agama. Ini tercermin dalam narasi-narasi yang menggambarkan kebebasan individu untuk mengekspresikan diri tanpa hambatan.
  • Status Sosial: Di beberapa lingkungan, minuman keras juga bisa menjadi penanda status sosial. Konsumsi minuman keras tertentu atau dalam suasana tertentu dapat menandakan kedudukan atau kekayaan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, minuman keras mahal atau konsumsi di tempat-tempat eksklusif dapat menjadi cara untuk menunjukkan status ekonomi atau sosial tertentu.
  • Identitas Maskulinitas: Dalam beberapa budaya, minuman keras juga terkait erat dengan konstruksi identitas maskulinitas. Minuman keras sering kali digambarkan sebagai simbol kejantanan atau keberanian bagi pria. Konsumsi minuman keras bisa menjadi bagian dari ritual maskulinitas yang memperkuat citra keperkasaan atau kekuatan fisik.

Studi kasus tentang bagaimana minuman keras dipresentasikan dalam media, iklan, seni visual, atau budaya populer dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang penggunaan tanda-tanda visual dan tekstual untuk membangun narasi budaya seputar minuman keras di Indonesia. Media dan iklan sering kali menggunakan gambar dan kata-kata yang menarik perhatian, sementara seni visual seperti seni lukis atau fotografi dapat menangkap estetika minuman keras. Di sisi lain, budaya populer seperti musik dan film juga memainkan peran penting dalam menggambarkan minuman keras dalam konteks emosi tertentu (Fatimah, 2017).

Perkembangan makna dan pandangan terhadap minuman beralkohol di Indonesia dapat dipahami melalui perjalanan sejarah dan perubahan sosial yang signifikan dari masa kolonial hingga modern (Wardah & Surjaningrum, 2013). Berikut adalah perbandingan representasi minuman beralkohol pada periode-periode tersebut:

  • Masa Kolonial
  • Hubungan dengan Kekuasaan Kolonial: Minuman beralkohol pada masa kolonial sering kali dihubungkan dengan para elit kolonial Belanda yang menganggapnya sebagai simbol status sosial dan kekuasaan. Minuman seperti arak atau anggur dianggap sebagai simbol peradaban Barat yang lebih unggul.
  • Kendali dan Monopoli: Produksi dan distribusi minuman beralkohol pada masa kolonial sering kali dikuasai oleh pemerintah kolonial atau perusahaan Belanda, yang mengontrol akses dan regulasi terhadap konsumsi minuman beralkohol di kalangan penduduk pribumi.
  • Zaman Kemerdekaan
  • Lambang Kemerdekaan dan Identitas Nasional: Setelah merdeka, minuman beralkohol menjadi simbol kebebasan dari penjajahan dan penindasan kolonial. Konsumsi minuman seperti tuak atau arak tradisional dianggap sebagai bagian dari budaya dan identitas nasional yang berbeda dengan minuman beralkohol yang dikonsumsi oleh kolonial Belanda.
  • Regulasi dan Kontroversi: Pada awal kemerdekaan, terjadi perdebatan mengenai regulasi dan pengendalian terhadap konsumsi minuman beralkohol di Indonesia yang baru merdeka. Kebijakan pemerintah berubah-ubah seiring dengan upaya untuk mengatur dan membatasi dampak negatif dari konsumsi minuman beralkohol.
  • Era Modern
  • Globalisasi dan Diversifikasi: Pada zaman modern, minuman beralkohol di Indonesia mengalami diversifikasi dengan masuknya produk-produk internasional seperti bir, wine, atau minuman beralkohol lainnya. Konsumsi minuman beralkohol semakin terintegrasi dengan budaya global dan gaya hidup perkotaan.

  • Perubahan Persepsi Sosial: Persepsi terhadap minuman beralkohol telah berubah dari sekadar simbol status sosial atau kekuasaan menjadi juga menyertakan isu kesehatan, tanggung jawab sosial, dan pengaruh negatifnya terhadap masyarakat.

Kesimpulan

Pendekatan semiotika Roland Barthes memberikan wawasan yang mendalam dalam memahami sejarah dan budaya minuman keras di Indonesia. Dengan menganalisis tanda-tanda (signs), kita dapat mengungkap bagaimana minuman keras bukan hanya sebagai produk konsumsi, tetapi juga sebagai simbol-simbol yang membawa makna budaya yang kompleks.

Dari masa kolonialisme yang mengaitkan minuman keras dengan kekuasaan dan status sosial tertentu, hingga zaman kemerdekaan yang menafsirkannya sebagai simbol kemerdekaan dan identitas nasional, serta dalam era modernitas yang dipengaruhi oleh globalisasi dan perubahan sosial, semiotika membantu kita melihat perubahan makna dan persepsi terhadap minuman keras di masyarakat Indonesia.

Lebih dari itu, analisis semiotika juga mengajak kita untuk merenungkan bagaimana konsumsi minuman keras memengaruhi identitas individu dan nilai-nilai sosial dalam berbagai konteks budaya. Hal ini memungkinkan kita untuk lebih memahami bagaimana simbol-simbol budaya, termasuk minuman keras, merefleksikan dan membentuk dinamika sosial yang kompleks dalam masyarakat.

Dengan demikian, menjelajahi kebudayaan minuman keras Indonesia melalui perspektif semiotika Roland Barthes tidak hanya memperluas pandangan kita terhadap fenomena konsumsi, tetapi juga mengajak kita untuk lebih kritis dalam memahami interaksi antara budaya, sejarah, dan identitas dalam konteks sosial yang terus berubah.

Datar Pustaka

Fatimah, S. (2017). Penerapan Zikir Terhadap Penderita Gangguan Alkoholisme (Studi Kasus di Badan 'Amaliyah Rohani Pondok Pesantren Al-Ghozali Desa Duwet Kecamatan Wates Kabupaten Kediri). Spiritualita, 1(1), 29--42.

Lustyantie, N. (2012). Pendekatan Semiotika Model Roland Barthes dalam Karya Sastra Prancis. Seminar Nasional FIB UI, 1--15.

Swandayani, D. (2005). Tokoh Cultural Studies Prancis: Roland Barthes. Rumpun Sastra, Fakultas Bahasa Dan Seni, UNY.

Wardah, F. R., & Surjaningrum, E. R. (2013). Pengaruh ekspektansi pada minuman beralkohol terhadap konsumsi minuman beralkohol. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 2(02).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun