"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu." (QS. adz-Dzariyaat: 56)Â
Penyempitan pemahaman ibadah berdampak pada pelaksanaan ibadah yang dianggap sebagai ritual belaka, meremehkan manusia atas ibadah-ibadah lainnya, memperhatikan sisi individualisme dan meremehkan sisi-sisi sosial, memposisikan ibadah sebagai sebuah kerja dan mencukupkan diri dengan formalitas-formalitas belaka (Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah).Â
Akibat paling buruknya adalah aktivitas politik yang meliputi pengawasan umat terhadap aktivitas penguasa, aktivitas memberikan saran, usaha untuk menerapkan syariah dan realisasi keadilan ke alam nyata tidak masuk dalam kategori ibadah dalam pemahaman ibadah yang sempit tersebut.
Padahal Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi/pokok-nya (ushul) sedangkan penguasa adalah penjaganya. Apa-apa yang tidak ada pondasinya maka dia akan runtuh. Sedangkan apa-apa yang tidak memiliki penjaga maka dia akan lenyap. Maka aktivitas politik tidak bisa dipisahkan dari umat Islam.Â
Karena memisahkan politik dari umat Islam sama saja dengan mengantarkan malapetaka pada kaum muslim. Tidak ada penjaga harta, kehormatan dan jiwa kaum muslim. Akhirnya kaum muslim jauh dari gelar yang disematkan kepadanya 'umat terbaik'.Â
Belum lagi label negatif yang sengaja disematkan oleh Barat kian membuat ragu untuk mengambil Islam kaffah sebagai solusi permasalahan. Barat sengaja mengelompokkan kaum muslim untuk menekan kebangkitan Islam dengan dalih memerangi terorisme yang kini berubah menjadi memerangi radikalisme.Â
Pengelompokkan tersebut ada dalam sebuah dokumen lembaga think tank AS, RAND Corporation yang berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, yang ditulis Cheryl Benard pada 2003, dan Building Moderate Muslim Network pada 2007.Â
Dalam dokumen tersebut dijelaskan pula karakteristik Islam yang patut diterima masyarakat. Yaitu Islam yang mendukung demokrasi, mengakui HAM (kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian dan menentang terorisme. Islam ini biasa disebut dengan Islam moderat.Â
Sedangkan Islam radikal/fundamentalis merupakan Islam yang tidak dipatut diterima apalagi dibiarkan berkembang.Â
Ada pun karakteristiknya, yaitu sosok yang intoleran, cenderung radikal dalam konotasi memaksakan kehendak, brutal, memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah melalui tegaknya khilafah islamiyah, menolak demokrasi berikut derivatnya, termasuk anti-Barat.Â
Guna mewujudkan perang melawan radikalisme, sejumlah aturan digunakan. Baik melalui kebijakan moderasi bergama hingga langkah hukuman.Â