Mohon tunggu...
Manda Gloria
Manda Gloria Mohon Tunggu... Petani - "Setiap kebaikan perlu diabadikan"

"Menulislah! Untuk perubahan."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laa Valentine Bagi Yang Beriman

17 Februari 2021   01:27 Diperbarui: 17 Februari 2021   05:20 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Budaya Valentine telah menginvasi sebagian besar masyarakat kita. Pada tanggal 14 Februari menjadi hari yang disakralkan untuk diperingati setiap tahunnya. Menjelang memasuki bulan ini pun telah dikondisikan dengan dekorasi bernuansa cinta. Mulai dari makanan, pakaian hingga pertokoan.

Perayaan hari kasih sayang kerapkali berlangsung kebablasan. Sebab dari awal telah difasilitasi oleh oknum-oknum yang berupaya mendongkrak omzet penjualan. Salah satunya dengan menyediakan paket kondom satu bundel cokelat sebagai simbol hari kasih sayang. (sindonews.com, 14/02/2021)

Belum lagi aneka paket diskon yang disediakan tempat penginapan semakin melengkapi budaya kebebasan. Pasalnya tidak ada aturan yang mewajibkan penginap harus sudah terikat dalam pernikahan. Lebih mirisnya budaya kasih sayang turut dirayakan oleh kaum muslim.

Padahal sebagai seorang muslim harus memperhatikan perbuatan yang dilakukan. Tidak semua amal bisa diterima oleh Allah Swt. Jika ingin amalnya diterima harus memenuhi persyaratan yang telah Allah tentukan, yaitu ikhlas dan mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Rasulullah saw bersabda: 

"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga bersabda:

"Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak pernah kami diperintahkan, maka perbuatan itu tertolak." (HR. Muslim)

Selain berdasarkan kedua hadist tersebut, Allah Swt. juga telah menerangkan disejumlah ayat di dalam Al-Qur'an (al-Luqman ayat 22 dan an-Nisa: 125). 

Dilihat dari sejarahnya, Valentine's Day merupakan budaya pagan Romawi yang memuja kenikmatan badaniyah. Ialah perayaan Lupercalia untuk memuja Lupercus, dewa kesuburan Romawi. Perayaan tersebhat biasa dilaksanakan dari tanggal 13--18 Februari tiap tahunnya. Selain memuja Dewa Pan (Lupercus), perayaan Lupercalia juga sebagai persembahan Dewi Juno (Hera) yang dikenal sebagai dewi pernikahan dan kesuburan.

Oleh karenya, inti perayaan Lupercalia adalah kesuburan, sehingga aktivitas sex massal menjadi menu utamanya. Isi festival Lupercalia ini lebih identik dengan aktivitas bersenang-senang yang meliputi mabuk-mabukan, wanita, dan kenikmatan sex. Caranya dengan memasangkan lelaki dan wanita untuk bercinta semalaman. 

Ada pula versi lainnya yaitu kisah cinta yang melegenda milik St. Valentinus yang mati demi cinta. Berdasarkan sejarah Valentine's Day yang telah beredar tidak ada satupun yang berasal dari Islam dan tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat. Oleh karenanya, kita sebagai seorang muslim tidak seharusnya latah ikut memeriahkan. 

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho' 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa'ul Gholil No. 1269)

Apalagi jika dilihat dari aktivitasnya justru menjerumuskan pada arah perzinahan. Sedangkan dalam surat al-Isra' ayat 32, Allah telah melarang aktivitas yang mendekati zina. Jika untuk mendekatinya saja dilarang, apalagi aktivitas yang menghalalkan zina.

Setiap orang memang dianugerahi naluri kasih sayang (gharizah na'u). Sepaket dengan itu pula Allah memberikan jalan untuk menyalurkannya, yaitu melalui pernikahan bagi yang mampu. Bagi mereka yang belum mampu bisa dengan cara berpuasa. Hal itu lebih mulia dari pada mengumbar hasrat melalui zina.

Namun, menjaga syahwat dalam sistem kapitalisme memang sangat sulit. Asas sekulerisme yang digunakan justru memberikan kebebasan. Termasuk kebebasan dalam berperilaku. Sudahlah bebas ditambah lagi dengan upaya mengambil keuntungan dalam setiap aktivitas tanpa memperdulikan halal dan haram. Perpaduan yang sempurna untuk menggiring generasi pada kehancuran moral. 

Maka upaya penjagaan moral ini tidak bisa diserahkan pada individu atau masyarakat saja. Namun, diperlukan pula upaya dari pemegang tampuk kekuasaan. Agar segala aktivitas yang menjurus pada perzinaan bisa dicegah dan diberantas hingga akarnya melalui aturan yang diberlakukan. Wallahu'alam bishshawab.

Sumber gambar : pixebay.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun