Gaji buta adalah gaji yang diterima oleh seseorang yang tidak melakukan sebagian atau seluruh pekerjaannya. Orang yang menerima gaji buta maka akan disebut makan gaji buta atau magabut.Â
Dalam Islam, seseorang yang mendapatkan gaji buta, maka salatnya tak akan diterima. Dia bekerja tidak sesuai dengan kewajban yang harus dilaksanakannya. Dalam al-qur'an ditegaskan:
"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta orang lain dengan cara yang batil." (QS. An Nisa: 29)
Baca juga : Ketika Guru Dituduh Makan Gaji Buta
Setiap pegawai ataupun karyawan memiliki kewajiban untuk komitmen dengan tugasnya dan mengerjakannya dengan baik sehingga berhak mendapatkan upah dan upah tersebut berstatus halal baginya.Â
Jika dia tidak bekerja sebagaimana mestinya atau sama sekali tidak menunaikan kewajibannya maka dia sama sekali tidak berhak mendapatkan gaji atau upah. Gaji buta tersebut tidaklah halal baginya. Jika dia nekat mengambil gaji buta maka dia memakan harta dengan cara yang batil.
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 23/414 pertanyaan kedua dari fatwa no. 19373 menerangkan bahwa : "Tidak halal bagi kamu untuk menerima gaji kecuali bila kamu mengerjakan pekerjaan kamu secara syar'i.Â
Baca juga : Nggak Makan Gaji Buta, Guru Kreatif Bikin Media Interaktif
Tidak boleh bagi atasan (penanggung jawab)mu untuk membebaskan kamu dari kewajiban hadir dengan kompensasi dia mengambil sebagian gaji anda, karena ini termasuk pengkhianatan dan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran".Â
Sudah sangat jelas bahwa gaji buta tidak dihalalkan dalam islam, lalu bagaimana ketika masih banyak orang yang memanfaatkan hal tersebut untuk menambah kekayaan? Bukankah Allah telah memberikan rezeki sesuai porsinya masing-masing?Â
Lalu bagaimana cara bertaubat setelahnya? Cara bertaubatnya adalah mengembalikan gaji yang telah diterima (sesuai masa ia tidak mengerjakan tugasnya) kepada pihak yang menggajinya.
Baca jugs : Pembelajaran Jarak Jauh: Guru Makan Gaji Buta?
 Apabila itu tidak dimungkinkan maka ia mensedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 23/420-422 fatwa no.15849 menerangkan : Disertai taubat kepada Allah dan konsisten pada kejujuran dalam ucapan maupun perbuatan.
Oleh : Rosmayanti, Mahasiswa STEI SEBI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H