Sanksi pidana:
- Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), sebagaimana tercantum di dalam Pasal 77 B Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
- Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), sebagaimana tercantum di dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Berikut prosedur bilamana ingin mengajukan gugatan
Gugatan dapat diajukan di wilayah tempat tinggal tergugat. Bagi mereka yang beragama islam maka diajukan di pengadilan agama sedangkan mereka yang non-muslim diajukan di pengadilan negeri
- Para pihak yang berperkara datang ke Pengadilan Agama Pariaman kemudian ke PTSP untuk berkonsultasi persyaratan apa saja yang harus dipenuhi, dengan petugas meja informasi.
- Pihak yang berperkara membuat surat permohonan (yang memuat identitas, posita, dan petitum) secara tertulis atau lisan yang ditujukan kepada Pengadilan Agama Pariaman kemudian kepada kasir untuk interpretasi uang muka biaya perkara.
- Kasir akan memberikan interpretasi atas uang muka biaya perkara dan menyerahkan 1 slip setoran bank yang telah divalidasi kepada pihak yang berperkara.
- Para pihak membayar uang muka biaya perkara ke Bank, kemudian dikembalikan ke Pengadilan Agama Pariaman dan menuju ke meja dua (petugas pendaftaran)
- Para pihak menunjukkan bukti pembayaran dan dokumen pendaftaran kepada petugas loket dua. Petugas loket kedua akan memberikan SKUM, blanko bukti pembayaran PNBP, dan 1 lembar surat klaim yang ditandai dengan pendaftaran dan nomor perkara.
- Pendaftaran selesai, Jurusita pengganti akan datang ke alamat 2 orang yang berperkara sesuai dengan yang tertera dalam gugatan untuk memanggil sidang setelah tanggal sidang ditentukan oleh majelis hakim.
- Sidang dilakukan. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, para pihak yang berperkara dapat meminta penyelesaian putusan (sesuai petunjuk majelis hakim).
Solusi Untuk Perkara Ditinjau Dari Jalur Kekeluargaan
Sedangkan untuk melalui jalur kekeluargaan, ialah dengan cara mempertemukan kedua belah pihak. Supaya kedua belah pihak ini saling berbicara dan mendiskusikan terkait nafkah anak tersebut.
Dan alangkah lebih baiknya jika hal ini disaksikan oleh kerabat dekat (yang masih memiliki hubungan keluarga). Agar apabila salah satu pihak ada yang melanggar hasil dari kesepakatan tersebut, maka pihak keluarga dapat mengingatkan kembali. Dengan adanya saksi dan juga penengah diantara kedua belah pihak ini juga agar tidak terjadi perkelahian atau adu mulut yang dapat menimbulkan masalah lainnya, saksi atau penengah tersebut haruslah mendengarkan pendapat dan persepsi dari kedua belah pihak agar tidak adanya kesalahpahaman yang bisa merugikan salah satu pihak. Barulah setelah kedua belah pihak ini mengeluarkan pendapat atau persepsi mereka masing-masing, maka bisa disepakati oleh semua pihak mengenai jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Melalui jalur kekeluargaan ini bertujuan untuk mufakat, tanpa adanya rasa dirugikan salah satu pihak dan agar semua pihak merasa adil serta tidak keberatan dalam menjalankan kewajibannya yang telah disepakati.
Solusi Untuk Perkara Ditinjau Dari Keagamaan
Dari tinjauan agama dalam pemenuhan nafkah anak apabila jika terjadinya perceraian akan mengakibatkan timbulnya berbagai macam permasalahan. Dari sudut pandang agama islam jika sang ayah sudah tidak menafkahi anaknya hukumnya akan menjadi dosa, karena ayah yang sudah tidak menafkahi anak ada hukumnya sendiri dalam Islam. Tentang dosa ayah yang tidak menafkahi anaknya sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 80 ayat (4) KHI yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:
- Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri
- Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak dan
- Biaya pendidikan bagi anak.
Terdapat dalam Al-Quran yang menjelaskan berkaitan dosa ayah tidak menafkahi anaknya dan menjadi memperjelas kedudukan seorang ayah dalam memimpin dan bertanggung jawab rumah tangganya dalam surat Al-Baqarah ayat 233 :
"Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)."
Dalam agama Islam, karena ayah harus memberi nafkah sesuai dengan kesanggupannya untuk menanggung, maka jika hukumnya tidak diikuti, dosa bagi ayah untuk tidak menafkahi sang anak.