Mohon tunggu...
Manal Ilham Al Mazid
Manal Ilham Al Mazid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Merupakan mahasiswa dari Program Studi Hukum Keluarga Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Memahami Hukum Perdata Islam

29 Maret 2023   19:25 Diperbarui: 29 Maret 2023   19:44 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Manal Ilham Al Mazid

NIM/Kelas : 212121130 / HKI 4A

Pengertian Hukum Perdata Islam Di Indonesia

Hukum perdata islam di indonesia berasal dari perpaduan antara hukum perdata, hukum adat, dan hukum islam yang hidup dan berkembang di indonesia. Sementara itu hukum islam dalam arti peraturan perundang undangan adalah Al-Qanum. Istilah hukum perdata pertama kali di perkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrect dan privatrecht.

Hukum perdata adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan didalam pergaulan kemasyarakatan. Hukum perdata bertujuan sebagai jaminan kepastian hubungan antara satu orang dengan orang lain, baik sebagai anggota masyarakat maupun benda di dalam masyarakat. Dalam terminologi Islam, istilah perdata ini sepadan dengan makna muamalah

Jadi kesimpulannya Hukum perdata islam di Indonesia dapat didefinisikan sebagai hukum atau ketentuan-ketentuan pada agama islam mengenai sesuatu yang mengatur tentang hubungan perorangan dan kekeluargaan di antara warga negara Indonesia. Hukum perdata islam ini memiliki tujuan agar hubungan diantara masyarakat Indonesia khususnya agama islam terjalin tertib dalam hukum, tertib dalam  bersosial dan tertib dalam bermasyarakat.

Ruang lingkup hukum perdata islam di Indonesia adalah meliputi

  • Hukum keluarga didalmnya mencangkup seperti hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum kewarisan, hukum wasiat dan wakaf)
  • Hukum Bisnis, didalmnya mencakup seperti hukum dalam jual beli, hukum utang piutang, hukum upah-mengupah, hukum sewa menyewa, hukum mudharabah, hukum muzara'ah dan hukum musaqah.

Prinsip Perkawinan Dalam UU 1 Tahun 1974 Dan KHI

Didalam pernikahan dapat dikatan sah bilamana memenuhi prinsip -prinsip perkawinan menurut hukum yang dianut masing-masing warga negara. Di Indonesia prinsip perkawinan yang dianggap sah diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam

Dalam UU No 1 Tahun 1974 dianggap perkawinannya sah apabila memenihi prinsip-prinsip sebagai berikut:

  • Tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga masing-masing pihak adalah saling melengkapi dan membantu dengan tujuan agar terciptanya kesejahteraan materiil dan spiritual dari kepribadian kedua belah pihak
  • Perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang didasarkan sesuai keyakinan masing-masing agamnya dan kepercayaanya. Dan pernikahan tersebut wajib untuk dicatatkan sesuai ketentuan perundang-undangan (bagi agama islam di Kantor Urusan Agama)
  • Pasal ini menganut asas monogami. Namun apabila yang bersangkutan mengizinkan dikarenakan hukum dan agamanya juga sesuai izin dari pengadilan, maka suami boleh memiliki isteri lebih dari satu
  • Bagi calon suami dan istri yaitu harus berumur minimal 19 tahun (pria) dan 16 tahun (perempuan) sehingga memiliki mental, jiwa taupun raganya dalam keadaan matang. Karena dengan begitu pernikahan akan berjalan baik tanpa berakhir di persidangan untuk percerian dan akan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat
  • Apabila terjadi perceraian maka putusnya dari pihak suami dan istri wajib melewati putusan pengadilan
  • Dalam berumah tangga Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum dan suami sebagai kepala keluarga sedangkan isteri sebagai ibu rumah tangga.

Sedangkan dalam KHI yaitu sebagai berikut:

  • Adanya persetujuan dari kedua belah pihak suami dan istri
  • Dalam pelaksanaan perkawinan dapat dilarang apabila ada pertalian nasab, pertalian persusuan dan pertalian kerabat semenda yaitu satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain,
  • Syarat dan rukun perkawinan terpenuhi
  • Tujuan dari perkawinan yaitu mewujudkan keluarga yang Sakinah, mawadah dan rahmah
  • Dalam berumah tangga Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami. Sehingga saling melengkapi dalam membangun rumah tangga.

Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan Akibat tidak Mencatatkan Perkawinan dari Segi Sosiologis, Religius, dan Yuridis

pencatatan perkawinan adalah salah satu prinsip hukum perkawinan di Indonesia yang bersumber pada UU No 1 thn 1974 tentang perkawinan. Disebutkan wajib dicatatkan sebab akan memberikan kepastian dan perlindungan bagi kedua belah pihak yang melaksanakan perkawinan.

Bilamana terjadi sesuatu maka dapat memberikan kekuatan bukti autentik bahwa telah terjadi perkawinan dan kedua pihak tersebut dapat mempertahankan perkawinan di hadapan hukum. Manfaat lainnya adalah seperti tertib adminitrasi pernikahan, jaminan perihal hak tertentu, perlindungan status pernikahan, anak serta hak-hak perlindungan akibat adanya perkawinan dsb

Akibat dari segi Sosiologis adalah berdampak pada pihak perempuan, karena disini perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah dan akan menjadi buah cibir bagi warga sekitarnya. Bagi anak yang terlahir dari pernikahan yang tidak sah maka anak tersebut mungkin akan berdampak pada segi sosialnya, seperti dikucilkan dan dianggap berbeda dari anak-anak lainnya. Dan juga berdampak pada nama keluarga mereka yang dipandang rendah.

Akibat dari segi religious adalah perkawinan yang tidak dicatatkan tetap sah jika dilihat dari aspek hukum islam, karena syarat dan rukunnya tidak mewajibkan untuk pencatatan perkawinan. 

Namun untuk sekarang demi kemaslahatan besar bagi keluarga yang tidak mencatatkan pekawinan, maka agama lebih menganjurkan untuk melakukan pencatatn perkawinan, karena itu mengandung unsur maqashid Syariah dalam hal keturunan (al-mal) dab keturunan (al-Nasl). Mengapa demikian karena jika di catatkan maka hak-hak yang seharusnya diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Dan itu adalah salah satu bentuk kita tunduk pada pemimpin yang merupakan bentuk suatu ibadah yang diperintahkan keada rasulullah

Kemudian akibat dari segi yuridis adalah menyangkut tentang kekuatan hukum pada harta benda perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah serta hubungan dalam harta benda waris. Kedudukan dari seorang anak bilamana terlahir dari pernikahan yang tidak dicatatkan akan berdampak pada tidak memiliki hubunan perdata dengan ayahnya sehingga tidak memiliki hak untuk menerima waris dari ayahnya. Bagi istri tidak berhak atas nafkah dan warisan, bilamana pihak suami meninggal dunia. 

Dan juga pihak istri tidak akan mendapat harta gono ginijika terjadi perceraian dikarenakan perkawinan tersebut tidak sah secara adminitrasi yaitu sesuai aturan hukum dengan dicatatkan perkawinan. Sehingga pihak perempuan tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengambil haknya dsb.

Pendapat Ulama Dan KHI Tentang Perkawinan Wanita Hamil

Pendapat ulama 4 mahdzab mengenai perkawinan Wanita hamil yaitu sebagai berikut:

  • Madzhab Imam Syafi'I berpendapat bahwa perkawinan Wanita hamil ini hukumnya adalah boleh baik bagi pihak yang menghamilinya atau orang lain. Pendapat tersebut imam syafi'I mengqiyaskan dengan "apabila satu orang mencuri buah dari satu phon, dan hukumnya haram. Kemudian dia membeli pohon itu, maka apakah hukum dari buah itu masih haram atau masih halal? Yaitu sudah halal. Dengan begitu yang tadinya haram kemudian menikah dengan baik-baik maka hukumnya menjadi halal". Dalam pandangan ini Wanita yang berzina tidak memiliki iddah. Adapun jika melangsungkan pernikahan, maka hukumnya boleh
  • Madzhab imam Hanafiyah mengenai perkawinan Wanita hamil masih banyak perbedaan pendapat, diantaranya yaitu
  • Pernikahan tetap sah, baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak
  • Pernikahan dianggap sah, dengan syarat harus menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dan tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melahirkan
  • Pernikahan boleh dilaksanakan bilamana sudah melahirkan
  • Pernikahan boleh dilaksanakan bilamana sudah melewati masa haid dan suci dan setelah menikah tidak boleh dikumpuli kecuali setelah melewati masa istibro (masa menunggu bagi seorang Wanita setelah ia mengandung)
  • Madzhab Malikiyah berpendapat bahwa perkawinan Wanita hamil hukumnya adalah tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan wajib kedua belah pihak bertaubat.
  • Madzhab hambali berpendapat bahwa perkawinan Wanita hamil tidak sah baik yang menikahi dari pihak yang menghamili ataupun orang lain. Karena mereka harus menjalani masa iddah yaitu dengan pihak Wanita sudah melahirkan kandungannya.

Sedangkan dalam KHI mengenai perkawinan Wanita hamil yaitu, siebutkan dalam bab VIII tentang kawin hamil yaitu pasal 53. Adapaun isi dari pasalnya yaitu:

  • Pada ayat 1 menjelaskan bahwa Wanita yang hamil dalam keadaan diluar nikah maka boleh dikawinkan dengan pria yang menghamilinya
  • Pada ayat 2 menjelaskan bahwa yang disebut pada ayat (1) boleh dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya
  • Pada ayat 3 menjelaskan bahwa setelah dilaksanakan perkawinan pada saat Wanita hamil maka tidak perlu diulang setelah anak yang dikandung lahir.

Namun pasal ini tentang kebolehan perkawinan Wanita hamil melahirkan perdebatan dari berbagai kalangan. Dan dimungkinan ketentuan ini berdampak sebagai payung hukum bagi legalisasi perzinaan. Dalam pasal ini KHI didasarkan pada pengimplementasian hukum adat dengan hukum islam. Dengan tujuan menimbulkan nilai normatif ditinjau dari segi filosofis dan sosiologis, rasa keadilan dan kemanusiaan, maupun modernisasi dan paham globalisasi sangat relevan membinta keutuhan, keseimbangan kerukunan serta ketertiban kehidupan manusia pada umumnya.

Perceraian adalah Perbuatan dibenci Allah SWT dan Halal. Cara menghindari Perceraian

Perceraian adalah kegiatan yang dibolehkan oleh allah namun juga allah membenci hal tersebut. Di Indonesia sendiri jika ingin melakukan perceraian dipersulit karena dampaknya akan berakibat kepada pihak yang bersangkutan dan terhadap anak-anaknya.

Perceraian bukanlah jalan terbaik dalam menuntaskan permasalah di dalam keluarga, karena perceraian bukanlah hal yang ideal terlebih bagi anak. berikut cara menghindari perceraian agar tidak terjadi yaitu:

  • Didalam membangun rumah tangga hendaklah kita saling terbuka dan saling jujur
  • Berkomitmen pada hubungan. karena perceraian bukanlah sebuah pilihan, melainkan keputusan akhir bilama ditemukan jalan buntu dalam berumah tangga
  • Saling menghormati, karena dengan begitu akan saling memahami dan menghargai karena setiap pasangan memiliki kesibukan masing-masing
  • Saling memberi ruang, karena dengan memberi ruang akan tercipta waktu khusus untuk pasangan yang sehingga akan lebih erat dalam membangun keluarga
  • Saling mendengarkan satu sama lain. Karena dengan begitu komunikasi akan dibutuhkan untuk mengerti keadaan pasangan
  • Tidak menyalahkan satu sama lain. Kodrat manusia adalah tempatnya salah, dimana mereka bisa saja berbuat salah. Namun alangkah baiknya untuk tidak menyalahkan satu sama lain karena akan menyakiti perasaan dari suami dan istri.

Dan juga sebelum melakukan pernikahan alangkah baiknya setiap pasangan saling jujur mengenai dirinya masing-masing dengan begitu akan terlihat kelebihan dan kekurangan dari pasangannya. Hal tersebut bertujuan agar setelah pelaksanakan pernikahan dan mulai berumah tangga tidak saling menyalahkan dan berujung di dalam persidangan untuk melakukan perceraian.

Review Buku Hukum Perdata Islam Di Indonesia Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis

Buku ini dikarang oleh Dr. H. A. Khumedi Ja'far, S.Ag., M.H dan seperti sub bab yang tercantum yaitu buku ini menjelaskan keperdataan pada bidang hukum keluarga dan bisnis. Buku ini menguraikan dan mengulas dengan lengkap dan merinci mulai dari sejarah terbentuknya hukum perdata islam, pengertian dan ruang lingkup perdata.

Kesimpulan dari buku dalam sejarahnya hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata tidak akan lepas dari kodrat manusia sebagi makhluk sosial. Terciptanya hukum perdata islam di Indonesia tidak terlepas dari bekas penajahan belanda pada masanya.

Dahulu telah diciptakan hukum yang mengatur mengenai keperdataan seperti bagi warga asli Indonesia atau pribumi diberlakukan hukum adat, bagi warga yang berasal dari tionghoa dan Eropa berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlujk Wrboek) dan Kitab Undang-Undang Dagang (wetboek van Koophandel), dan bagi warga selain pribumi dan tionghoa seperti Arab, India dan sebagainya berlaku hukum Burgerlijk Wetboek namun hanya sebagian yaitu pada hukum kekayaan harta benda (vermogensrecht).

Dan dalam aspek keluarga diabahas mengenai hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum kewarisan, hukum wasiat, hukum perwakafan beserta dasar hukum dan macam-macamnya. Kemudian dalam aspek bisnis yaitu dijelaskan mengenai hukum utang piutang, hukum sewa menyewa, hukum upah-mengupah, hukum syirkah, hukum mudharabah, dan hukum muzaraah dan mukhabarah beserta dasar hukum, syarat dan rukun juga manfaatnya.

Inspirasi yang saya dapat adalah didalam hukum perdata islam banyak aspek yang diperhatikan dalam kemaslahatan bagi umat manusia. Mulai dari mengenai keluarga hingga bisnis diperhatikan secara rinci. Sehingga buku ini bisa menjadi pegangan bagi kita untuk mendalami mengenai apa saja keperdataan yang ada di Indonesia khususnya di lingkup agama islam.

Karena dengan begitu kita dapat mengontrol kegiatan kita dalam berkemanusiaan khusunya diaspek keluarga dan bisnis demi mendapat manfaat yang nyata seperti mendapat nilai ibadah dan juga akan mendapat kekuatan hukum sesuai yang ditentukan undang-undang. Buku ini merupakan buku pegangan dalam memahami hukum perdata khusunya islam di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun