Penulis mencoba menelaah berbagai paham sosial di Negara kesatuan republik Indonesia, yang terjadi di tengah kalangan masyarakat adalah benturan persepsi yang kemudian membentuk pradigma Premodial. Namun Para pendiri bangsa ini mencoba menletakan satu konsep dasar untuk bagaimana menyatukan masyarakat yang homogen ini, para pendiri Negara (Ir Soekarno) melihat sosiokultural dan teologi sosial adalah suatu muatan atau puncak sosio tertingi masyarakat sehingga diramu menjadi suatu paham atau Ideologi yang kita kenal Dengan pancasila. kita dapat menbangun suatu praduga bahwa pancasila adalah hasil dari perselingkuhan antara Sosioislam dan Sosiokultural, soekarno mengunakan kerajaan sebagai kemajemukan bangsa dan islam sebagai kemanungalan bangsa atau suatu asas persatuan. Sehinga pancasila sebagai representase dari pada kebehinekaan kita, perbedaan sudah menjadi suatu sunahtullah namun bukan berarti bercerai berai, bangsa ini telah lama memahami Falsafah Pancasila sebelum pancasila itu sendiri ada dimana masyarakat telah mengpraktekan gotong royong, ritual keagamaan, persaudaraan dan cinta kasih adalah suatau prangkat pemersatu yang non artefak.
Manusia adalah individu yang tidak bisa hidup tanpa orang lain atau tanpa bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan saling berhubungan satu dengan yang lain. Dalam hubungan dengan orang lain tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Karena setiap individu tentu saja memiliki watak atau katakter yang berbeda, sehingga kerap muncul silang pendapat atau salah paham. Setiap individu tentu memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu objek sehingga membentuk kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan dalam cara pandang dari suatu objek tersebut. Untuk dapat membentuk suatu kelompok atau paham, tentu saja memiliki persyaratan-persyaratan yang menjadi suatu kesepakan bersama. Perbedaan pandangan itu sesuatu yang tidak mudah karena merupakan sesuatu yang mutlak terjadi di tengah kemajemukan.
 Dari kemajemukan ini yang paling menakjubkan adalah kita bisa bersatu dalam satu bangsa. Yang oleh Ben Anderson di sebut sebagai komunitas terbayang (Imagined community) yang membentuk satu nation, yakni bangsa Indonesia. Masyarakat Kenegaraan (civic society) sebagai suatu upaya menciptakan masyarakat madani (moderen) yang tercerahkan dalam berbagai aspek sosial, Budaya,agama,dan politik. Manusia pada dasarnya mengetahui apa yang di maksud dengan perubahan namun untuk berangkat menuju suatu perubhan itu seringkali berhenti pada metode dan tradisi premodial yang masih menjadi budaya setempat, dengan dalil peningalan para leluhur dan adat istiadat yang memiliki nilai mitoteologi.
 Dalam literature Kuntowijoyo allayrham, beliau menukilkan sedikit prihal gejala-gejala sosial di arab pada konteks masa kini dan disini. Ada jarak antara kedua sosio-history antara kedua masyarakat tersebut pak kunto membagi fase sosial di arab menjadi dua yaitu Pra-industrial (tribal society) tatanan masyarakat homogen dan Pasca-Industrial (civic society) tatanan masyrakat heterogen.
 Prihal Perubahan sosial dari masa-kemasa selalu mengalami perubahan bahkan bisa di sebut sudah menjadi suatu Sunahtullah pada alam (Realisme), Baqir Shadr dalam literaturnya sedikit mengkritik paham Emperisme yang menganggap alam sebagai suatu realitas yang pasif, bagi Baqir Shadr alam akan senantiasa berubah begitu juga dengan Manusia dalam pola piker dan pola tindak. Jika kita melihat beberapa sejarah yang dimana pada zaman neolitik sekitar 1-9 sebelum Masehi (sm) dimana individu masyarakat tidak memiliki ketergantungan pada individu yang lain namun lebih pada ketergantungan individu terhadap alam, bisa kita rujuk pada buku yang berjudul (Mengapa Negara gagal) Dimana Lahirlah sebuah Revolusi pertama di dunia yang di sebut sebagai Revolusi Neolitikum perubahan pola piker dan pola tindak individu masyarakat dari ketergantungan kepada alam menjadi ketergantungan kepada individu yang lain atau kita kenal dengan istilah mahluk sosial. Dari sejarah singkat ini kita bisa melihan bahwa banyak corak pimikiran tentang teori perubahan sosial adalah akumulasi dari pada perspektif sejarah yang individualistic dimana kecenderungan manusia yang di lihat pada fase sejarah amatlah subjektif namun sebagaimana yang di lakukan oleh manusia di zaman pra-sejarah.Â
 Indonesia adalah salah satu Negara yang dimana memiliki pergolakan sosial yang amat luar biasa cepatnya belum ada satupun para penulis tanah air menganilis prihal latar belakang masyarakat di indonesi, apakah kita lahir sebagaimana pradaban manusia atau kita adalah percikan ekspansi pradaban manusia, muncul suatu pertanyaan masyarakat masyarakat Indonesia yang bagaimana Indonesia itu seperti apa? Kita hanya bisa menjawab sampai pada fakta kerajaan nusantara, mengapa kita begitu cepat mengalami perubahan sosial.Â
Sebelum menalar lebih jau terkait pedahukuan di atas penulis terlebih dahulu mengutip Q.S (Ar-ra'ad, ayat 11) "Sesunguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka". Prinsip ini kiranya Allah menjelaskan pada umatnya bahwa pentinya basis spiritual pada setiap gerakan sosial (Sosial Profetik), bahwa apa yang kemudia sudah menjadi suatu nalar sosial ekonomi (materi) adalah instrument perubahan sosial menuju pradaban manusia. Dari ayat di atas Muthahhari menegaskan bahwa Kita mesti menolak kekuatan ekonomi sebagai sarana transformasi sejarah.
 Persepsi islam memandang sangatlah penting suatu keyakinan bahwa tuhan adalah sumber dan keyakinan akan adanya hari kebangkitan. Muthahhari menyebutkan bahwa ini adalah salah satu metode yang di gunakan Rassul kepada umatnya, kesadarn yang di bangkitkan adalah kesadaran akan pertanyaan "darimana kita datang, sekarang kita ada di mana, kemana tujuanmu, dari mana datangnya dunia ini, tahap apa yang tengah di laluinya, serta kea rah mana tujuanya?" tangung jawab pertama yang di ciptakan para Nabi a.s adalah tangung jawab manusai terhadap seluruh alam dan kehidupanya. Dan Tangung jawab sosial adalh bagian dari tangung ini. Selama 13 tahun fase mekah nabi tak lain mengajarkan ketuhanan dan kebangkitan.
A. Perspektif Teori Perubahan Sosial
Masyarakat selalu bergerak, berkembang, dan berubah. Dinamika masyarakat ini terjadi bisa karena faktor internal yang melekat dalam diri masyarakat itu sendiri, dan bisa juga karena faktor lingkungan eksternal. Narwoko mengatakan bahwa ada banyak perspektif teori yang menjelaskan tentang perubahan sosial, misalnya perspektif teori sosiohistoris, struktural fungsional, struktural konflik, dan pikologi sosial.