Sayup-sayup kudengar suara ayah memanggil, lirih seperti orang yang tengah merayu bayinya. "Pelita, sini peluk ayah," pintanya manja.
 Aku terkesiap, tidurku yang belum seberapa lama terjaga. Duduk di tepi ranjang dengan keringat dingin, peluh membanjiri tubuh. Padahal AC sedang menyala dengan suhu dua puluh derajat. Lagi-lagi aku mimpi yang sama, sedang dipanggil oleh ayah, dengan suaranya yang lembut seperti biasa. Apakah ia kini sangat merindukanku? Atau justru aku yang merindukannya?Â
***Â
"Pelita," ucap ayah suatu ketika. Duduk dalam satu sofa, menonton televisi yang sebenarnya bukan tujuan utama kami. Aku merasa, ayah akan berbicara sesuatu. Aku menoleh, menghentikan sejenak aktifitas menyendok es krim vanila dalam cup kecil.Â
Kutatap lekat wajahnya yang mulai menampakkan garis-garis senja. Rambutnya telah banyak dihiasi warna perak di beberapa sela helai yang hitam.
 "Ayah ingin bertanya." Ia menghentikan kalimatnya sejenak. Aku cukup mengangguk. Lalu, "Apa kamu menikmati pekerjaanmu?" Tatapan matanya yang pas menghunjam kornea membuatku harus mengerti arah pembicaraan selanjutnya.Â
Sekali lagi, aku hanya mengangguk. Sudah beberapa kali ayah membicarakan hal ini. Ingin sekali ia menyerahkan perkebunan kopi padaku dan mengelolanya. Namun, aku merasa tak ada bakat dan minat sama sekali di dunia perkebunan. Memimpin, mengawasi dan menggaji para karyawan di kawasan yang sunyi dan monoton.Â
Aku lebih suka dan sangat menikmati dunia yang kugeluti sekarang. Menjadi seorang pengacara di sebuah kota metropolitan, berjibaku dengan berkas-berkas, klien dan kasus yang dari hari-ke-hari yang selalu berganti. Selalu ada kasus baru yang bisa muncul.Â
Mempelajari berbagai macam bentuk pola manusia dan problemanya. Bagiku ini sangat menarik, untuk ukuran orang yang menyukai tantangan sepertiku.Â
"Ayah sudah tua, kamu adalah anak satu-satunya yang ayah miliki. Siapa yang akan mengurus perkebunan ini setelah ayah pergi?" Segera kupeluk ayah dari samping.Â
Menempelkan pipi dan berbisik, "Maafkan Lita, Ayah, tidak bisa meninggalkan pekerjaan yang sekarang Lita geluti." Kemudian, "kan ada Ardi, mandor yang biasa Ayah ceritakan.Â