Saat saya membagikan link link berita di atas kepada seorang teman, dia berujar singkat "Sudah kronis kejujuran di sini".Â
Keingintahuan saya pun berlanjut menelusuri media digital adakah kecurangan itu betul sudah sering terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya ? Dan googling secara acak saya menemukan berita di portal merdeka.com 29 Nop tahun 2016 :
Ada aroma kolusi di penjaringan anggota paskibra Kotawaringin , beberapa alinea kutipan sebagai berikut :Â
Persaingan tidak sehat terendus dalam proses penjaringan anggota Pasukan Pengibar Bendera di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pelaksana tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Najmi Fuadi, melihat proses penjaringan banyak disusupi kepentingan pejabat setempat.
"Kita katakan demikian karena faktanya memang seperti itu, yang lolos atau terpilih menjadi anggota Paskibra pada umumnya titipan dari beberapa pejabat dan hal itu terjadi sejak dulu," kata Najmi di sela rapat pembahasan anggaran di DPRD Kotawaringin Timur. Demikian dikutip dari Antara, Senin (28/11).
Meskipun harus ditelusuri lagi lebih lanjut, namun setidaknya 3 kasus terbaru, komentar apatis netizen serta jejak pemberitaan di masa lalu membentuk satu rangkaian pemikiran bahwa kecurangan paskibraka memang benar adanya dan nampaknya memang sudah sering terjadi.Â
Dalam kecurangan begini, satu hal terpenting yang semestinya menjadi perhatian utama adalah proses kerusakan2 yang diakibatkan.Â
1. Peserta yang "disingkirkan" tentu akan jadi sangat kecewa, tidak percaya lagi pada sistem yg ada. Bukan tidak mungkin dirinya juga tidak akan percaya lagi pada nilai kejujuran. Alangkah sia-sianya upaya guru yang berusaha mendidik anak sejak kecil bahwa kejujuran adalah segalanya.Â
2. Peserta yang "diloloskan" bukan tidak mungkin akan merasa jumawa, seakan-akan semua bisa"diatur" sekehendak hati. Ini akan makin merusak tatanan sosial masyarakat dan memperkuat pendapat yang populer bagi kaum milenial saat ini "Lu punya uang, lu punya kuasa".Â
3. Kecurangan, jika itu yang terjadi, sebenarnya bukan saja merugikan peserta yang dikalahkan tapi merugikan masyarakat juga. Mari menelaah lebih jauh. Gelar paskibraka nasional, sekalipun tidak terlalu penting bagi masyarakat pada umumnya, tetapi tetap merupakan prestasi bergengsi di dunia pendidikan dan akan memperoleh porsi nilai besar saat akan menempuh pendidikan tinggi. Dengan gelar paskibraka nasional, maka masuk universitas bergengsi bisa ditempuh lewat jalur prestasi ( tanpa tes tertulis ), demikian pula masuk  akademi kemiliteran tentu sangat diperhitungkan. Sehingga bisa dibayangkan jika prestasi tersebut ternyata diperoleh dari hasil kecurangan, akan merugikan orang2 lain yang mungkin lebih berhak. Demikian kecurangan itu akan terus menimbulkan kerugian berkelanjutan. Seperti efek domino. Jangankan paskibraka yang sudah diakui secara nasional, kejuaraan2 dan atau olimpiade2 yang tidak jelas pun sering diburu karena bisa jadi bekal memuluskan masuk ke jenjang pendidikan atau kedudukan yang lebih tinggi.Â
Saya pun bisa memahami dan menghargai para orang tua korban yang berani speak up kecurangan serta netizen yang melontarkan kritikan kritikan tajam karena memang dampaknya besar.Â
Pada akhirnya semestinya ada sanksi keras bagi mereka yang terlibat membantu terselenggaranya kecurangan, sekali lagi jika itulah yang terjadi. Bisa berupa penurunan pangkat atau bahkan mutasi untuk pejabat dan panitia terlibat, denda sosial bagi peserta curang dan orangtuanya. Tanpa sanksi, maka kecurangan akan terus terjadi. Semoga ini adalah kejadian terakhir dan selanjutnya seleksi bisa berlaku jujur dan adil. Tidak saja pada seleksi paskibraka nasional, tapi juga semua seleksi. Karena berani jujur itu hebat.Â