Di beberapa sudut ruangan, diletakkan perabot-perabot bergaya vintage sebagai ornamen seperti gramophone ( pemutar piringan hitam ), radio kuno, drawers console table, tall chest of drawer, lemari jam hias, semua bergaya kuno. Sebetulnya menarik, hanya perletakannya tidak pas. Padahal akan lebih menarik lho jika ditata seakan-akan perabot2 kuno itu masih berfungsi seperti dulu.
Misalnya , demi apa gramophone dan radio kuno diletakkan nangkring di atas dinding pada ketinggian lebih dari 2,5 meter ? Saya kalau nggak iseng mendongak ke atas liat2, nggak bakal liat tuh ada gramophone di situ. Selain letaknya sangat tinggi, tidak ada lampu yang menyoroti keberadaannya. Padahal gramophone ini ,pada masa dulu, biasanya diletakkan di atas meja merapat dinding atau di atas salon kayu, di ruang tengah. Setelah makan bersama, orang tua jaman dulu akan pindah duduk di sofa berjok rotan ruang tengah yg lebih rendah dari kursi makan, leyeh leyeh sambil mendengarkan lagu "klangenan" (Red. kesukaan) diputar dari gramophone. Mereka akan memilih-milih mana piringan hitam yang disukai, lalu diputar. Orangtua masa dulu biasanya memilih lagu-lagu Neil Sedaka. Sedang anak-anaknya bisa pilih Dondong Opo Salak nya alm Kris Biantoro. Generasi masa kini mungkin nggak kenal lagu-lagu itu, hehehe.
Jadi ketimbang diletakkan di ketinggian 2,5 m yang orang hanya bisa melihat jika tengadah, mungkin lebih bagus jika dipasang di salah satu meja yang menempel dinding. Seakan-akan masih difungsikan.