Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Manusia Surga

23 November 2018   10:28 Diperbarui: 25 November 2018   23:20 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu pun kalau disayang dan dikasihi yang di atas senang. Apalagi kalau yang dikasihinya itu manusia dan orang tua kita sendiri. Terutama Ibu kita yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita." Laki-laki ganteng itu bicara sambilnya menatap perempuan yang ada di depannya.

Sementara yang ditatap merunduk seperti pohon jambu yang keberatan oleh buahnya. Matanya sembab, butir-butir air matanyanya berkilauan seperti mutiara terkena sinar matahari. 

Perempuan itu teringat dengan Ibunya yang sekian tahun ia tinggalkan di kampung.  Apakah ia baik-baik saja? apakah ia sehat? Apakah ia bisa makan? Ah....entahlah. Sudah lama sekali ia meninggalkannya. Ia tidak berani memberi kabar Ibunya karena pekerjaannya yang ia anggap kotor ini.

Dulu, beberapa tahun yang lalu, ia meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan Ibunya, meninggalkan adik-adiknya untuk bekerja mencari uang. Ketika seseorang yang menyebut dirinya Mami mengajak ia ke Jakarta yang katanya kerja di salon, ia tidak berpikir panjang lagi, ia mengikutinya. Tapi apa yang terjadi? Ia dipaksa Mami itu untuk melayani laki-laki hidung belang.   

"Mas, maukah bawa aku pulang menemui Ibuku?" kata perempuan itu menghiba.
Laki-laki itu terdiam. Ia bisa merasakan betapa tulus niat perempuan pekerja seks itu ingin menemuni Ibunya. Mungkin ia ingin mencari ridho Allah dengan jalan berbakti kepada Ibunya. 

Ayahnya telah lama meninggal dunia karena radang paru-paru ketika ia kelas satu SD.  Sejak itu, Ibunya banting tulang menghidupi dirinya dan kedua adik-adiknya yang masih kecil.  Ia bersyukur sempat masuk SMP sampai kelas dua. Setelah itu ia pergi ke Jakarta mencari uang.

"Mas mau kan nganter saya bertemu Ibuku?" Kata perempuan berambut pendek itu mengulang untuk kedua kalinya.  

"Oh ya..ya..saya mau." Kata laki-laki ganteng itu tergagap. Ia terkoyak dari lamunannya.

Mereka pun akhirnya menempuh jalan menuju surga yang diimpikannya melalui kaki Ibu yang telah lama diabaikannya.

Jakarta, 23 November 2018     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun