"Mas Tolong kasih tahu bagaimana caranya agar saya bisa pergi ke tempat Mas itu?" Sekali lagi perempuan itu merengek dan mengelayutkan tanganya dipundak lelaki ganteng itu.
"Terus terang Mbak, saya juga tidak tahu bagaimana caranya agar bisa ke tempat itu lagi." Â Laki-laki itu berkata sambil menatap perempuan itu lekat-lekat.
"Apakah saya masih berhak mendapatkan tempat indah itu sementara kehidupan saya di sini seperti ini, menjual diri memuaskan lelaki hidung belang?" Â Perempuan itu bertanya sambil matanya sembab seakan ia putus asa. Â
"Jangan bersedih Mbak, kita semua tidak tahu akan masuk ke surga atau neraka kelak. Orang yang tekun beribadah jangan sombong ia bakal masuk surga. Begitu pun orang yang bergelimang dosa jangan putus harapan.Â
Jangan memastikan diri akan masuk neraka." Kata laki-laki ganteng itu bicaranya seperti seorang ustadz. Ia baru menyadari hal itu.
"Ma'af Mbak, kok saya bicaranya seperti orang suci saja."
"Saya bener Mas pengen banget ke tempat Mas itu yang katanya ada di langit." Kata perempuan itu mengulangi keinginannya. Mata dan tangannya  mengarah ke atas langit. Â
"Semua orang pasti bisa sampai ke sana Mbak kalau yang di atas meridhoi." Kata laki-laki itu tenang.
 "Oh gitu ya Mas? Bagaimana agar yang di atas meridhoi?" Perempuan bertank top merah itu mengejarnya.  Â
"Entah lah Mbak. Hanya dulu, waktu saya hidup di dunia. Saya pernah mendengar seorang ustadz berceramah katanya 'surga itu ada di telapak kaki Ibu dan banyak berbuat baik kepada sesama.' Bahkan ustadz itu bercerita, ada seorang perempuan pekerja seks yang masuk surga hanya karena memberi minum anjing yang kehausan. Begitulah kalau Allah sudah meridhoi." Kata laki-laki ganteng itu dengan serius.
"Oh gitu ya Mas. Â Mengapa bisa seperti itu Mas?" Tanya perempuan itu dengan polos.
"Semua yang ada di bumi ini ciptaan Allah termasuk anjing yang bagi umat Islam haram untuk dimakan dan bahkan air liurnya saja najis yang sangat berat hingga cara mencucinya pun harus dengan cara khusus.Â