Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Lilis Telah Menjadi Mayat

6 November 2018   14:00 Diperbarui: 6 November 2018   17:44 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: aktualnews.co

Ibu-ibu yang sedang membaca Yasin masih terlihat belum menunjukan akan selesai. Sepertinya mereka membaca tidak hanya sekali.

Bapak-bapak yang melayat mengambil tempat di luar rumah. Ada yang sedang membuat tarub agar para pelayat tidak kepanasan atau sebagai tanda juga bahwa di rumah itu ada yang sedang berduka. 

Ada juga yang sedang membuat bendera kuning untuk memberi tahukan ada yang meninggal dunia. Biasanya bendera kuning akan dipasang di pertigaan atau jalan-jalan menuju rumah keluarga yang meninggal dunia agar para pelayat atau pentakziah mudah menemukan rumah keluarga yang sedang berduka cita.

Ibu-ibu yang baru datang langsung bergabung berdoa. Ada yang ikut mengaji. Ada juga yang langsung ikut nimbrung duduk dengan Ibu-Ibu lain yang sedang ngobrol. Sebelumnya, Ibu-Ibu yang datang menyelipkan amplop ke wadah yang ditutup kain tipis yang ada di dekat pintu masuk. Sebagai bentuk sumbangan ala kadarnya.

"Untung waktu melahirkan anak pertamanya itu Lilis selamat. Namun bayinya tidak bisa ditolong, ia meninggal dunia," kata Ibu yang berjilbab putih.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Oh begitu ceritanya," kata Ibu berjilbab hitam. "Saya baru tahu. Kasian amat Lilis."

"Ketika Lilis menikah, sekitar dua tahun yang lalu, ia masih sangat muda. Usianya baru sekitar 13 tahun. Ia baru saja lulus Sekolah Dasar (SD). Sempat nganggur beberapa bulan lalu Lilis menikah dengan Engkus yang umurnya tiga tahun lebih tua darinya. Engkus belum punya pekerjaan tetap. Ia kadang membantu pekerjaan H. Ahmad di sawah. Secara ekonomi, Engkus masih kembang kempis. Tidak lama, atau sekitar beberapa bulan menikah, Lilis hamil anak pertamanya. Masuk usia 14 tahun, Lilis melahirkan."

Begitu ceritanya kata Ibu yang dagunya bertahi lalat bercerita panjang lebar.

"Mungkin ceritanya akan lain kalau waktu itu kang Engkus mengizinkan Lilis dirujuk ke Rumah Sakit ya Bu!" kata Ibu berkerudung hitam.

"Mungkin juga. Wallahu alam. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Takdir hanya di tangan Allah." Kata Ibu yang bertahi lalat.

"Betul Bu, Takdir di tangan Allah. Tapi bukankah kita diperintahkan Allah untuk berikhtiar sekuat tenaga?" kata Ibu Berkerudung kuning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun