Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tamasya Cinta

22 Oktober 2018   10:26 Diperbarui: 23 Oktober 2018   17:42 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu Anti memasuki vila yang asri dengan penerangan yang temaram. Ia digandeng seorang tinggi besar berjambang dan berjenggot yang baru tumbuh setelah dicukur. Bejubah dan bertutup kepala khas pakaian Timur Tengah.

Dengan tanpa sungkan tangan Anti menggelayut di tangan laki-laki yang pantas sebagai ayahnya itu. Sementara angin malam mengejar dan menggigit siapa pun yang berani menggodanya. Anti dengan lelaki Arabnya itu masuk ke kamar dengan ditemani mimpi dan harapan ditemukannya surga dunia.

Anti umurnya masih sangat muda, 15 tahun. Ia baru kelas dua Tsanawiyah setingkat SMP. Ayah dan Ibunya berjualan souvenir kecil-kecilan di objek wisata di Bogor yang banyak tersebar. Anti putus sekolah. 

Ia diminta orang tuanya untuk membantu mencari nafkah. Tidak! Ia tidak berjualan souvenir. Ia telah menjadi souvenir sendiri yang menarik bagi wisatawan Arab yang siap dipesan.

Ketika "musim Arab" tiba, ia bersiap menerima pesanan. Agen mempertemukannya dengan laki-laki Arab yang siap menikahinya. Ia bagaikan bunga indah yang sedang mekar. Sebenarnya belum siap untuk dipetik, meskipun harumnya sudah mulai semerbak. Tapi ia akan segera dipetik bagi siapa pun yang berani membayar maharnya.

Daerah puncak Bogor Jawa Barat tidak hanya terkenal dengan talasnya tapi juga udaranya yang dingin tentu saja bunga-bunganya yang cantik nan harum. Tidak heran wilayah ini menjadi kunjungan wisata domestik dan luar negeri yang ramai dikala musim liburan tiba. Terutama turis dari gurun pasir.

Foto: totodwiarso.com
Foto: totodwiarso.com
Suatu sore.

"Anti....Anti... Ke sini Nak. Ayah ingin bicara."

Ayah Anti memanggil anak si mata wayangnya itu.

"Anti...Ayah sudah tua. Ayah Ibu ingin melihat Anti Bahagia. Tidak seperti hidup Ayah yang susah."

Ayah dan Ibunya duduk berdampingan. Sementara Anti duduk di depannya, tertunduk.

"Anti...tadi siang ada Mang Asep datang ke rumah, katanya ada lelaki Arab yang sedang mencari perawan untuk dijadikan istri." Si Ibu menambahkan hati-hati agar Anti tidak kaget.

Tidak demikian dengan perasaan Anti. Kata-kata Ibunya itu seakan meninju hulu hatinya. Ia terasa sesak. Meskipun masih sangat muda, Anti sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan orang tuanya itu.

"Anti masih kelas dua Ibu, Ayah. Anti masih ingin sekolah." Anti langsung memagari diri. Tangannya disilangkan di dadanya.

"Ayah tahu Nak. Kamu masih kelas dua MTs. Tapi Ayah Ibu saat ini sangat membutuhkan uang. Untuk makan sehari-hari dan untuk menambah modal jualan souvenir." Kata ayahnya berusaha memberikan alasan.

"Anti tahu sendiri, penghasilan ayahmu dari jualan souvenir habis buat makan sehari-hari. Bahkan modal yang hanya tak seberapa itu tergerogoti oleh kebutuhan dapur." Sambung Ibunya dengan menatap tajam anak gadis satu-satunya itu.

"Iya Ibu." Anti menjawab dengan tingkat kesopanan kepada kedua orang tuanya dengan kadar yang patut.

"Jika dibolehkan, biarkan Anti ikut berjualan souvenir sepulang sekolah. Itung-itung membantu Ayah." Kata Anti menambahkan dengan tangan kirinya menyibakan rambutnya yang menutupi wajahnya yang putih bersih, alis hitamnya melengkung bagaikan bulan sabit. Bibirnya merah merekah bagai mawar di pagi hari. Badannya semampai padat berisi bagai peragawati.

"Tidak anakku!" Nada suara Ayahnya mulai meninggi.

"Kesempatan yang baik tidak datang dua kali. Sekarang datang pangeran dari Arab yang akan menjadikanmu ratu. Apa kamu akan membuang kesempatan ini?"

Kata-kata ayahnya terlalu tinggi untuk ukuran anak kelas dua SMP yang pikirannya masih dipenuhi dengan keinginan bermain-main ke mal dengan teman-temannya dan belanja pakaian.

"Kalau kamu mau menikah dengan orang Arab itu kamu akan mendapat uang banyak. Kamu dapat membeli pakaian, jalan-jalan ke mal atau apa pun yang kamu suka," kata Ibunya membujuk.

Anti mulai terlihat tanda-tanda ketertarikannya.

"Apa betul begitu Yah?" Tanya Anti menepis keraguan, melempar tanya.

"Betul kata Ibumu, Nak. Kamu akan sangat bahagia kalau kamu mau." Ayahnya menjawab setelah meneguk cangkir kopinya.

"Kalau memang itu baik buat Ibu dan Ayah, Anti nurut saja." Kata Anti pada akhirnya sembari menggeser duduknya lebih mendekat ke Ibunya.

***

Di hari yang lain, di sore yang beku, Mang Asep yang dikenal sebagai agen Arab itu datang lagi ke Rumah Ayahnya Anti. Ia menanyakan kesediaan Anti dan keluarganya untuk menikah dengan orang Arab yang menjadi customernya.

"Bagaimana Pak, apa Bapak sudah bicara dengan anak Bapak perihal rencana perkawinannya dengan orang Arab itu?" tanya Mang Asep mendesak.

"Sudah. Si eneng mau," jawabnya pendek.

"kalau begitu besok kita akan atur acara pernikahannya," kata Mang Asep.

"Gimana masalah ininya?" jari-jari tangan Ayah Anti digesekan ke atas sebagai tanda untuk menyebut uang."

"Masalah fulus? Beres," kata Mang Asep Tanggap.

Mang Asep menggeser badannya mendekat ke Ayah Anti dan membisikan sesuatu ditelinganya.

Ayah Anti mangguk-mangguk.

"Apa itu tidak terlalu besar Mang?" Kata Ayah Anti.

"Itu sudah standarnya segitu Pak, Masa gak tahu?" Mang Asep menyekak.

"Baik kalau begitu saya sepakat," Kata Ayah Anti tanpa protes lagi.

"Silakan diminum dulu kopinya Mang," kata Ayah Anti dengan muka yang berseri-seri yang sulit ia sembunyikan.

Sementara Ibunya hanya mendengarkan tanpa tahu apa rahasia dibalik bisik-bisik mang Asep dengan suaminya. Tahunya suaminya telah sepakat dengan Mang Asep untuk perkawinan gadis si mata wayangnya itu dengan lelaki Arab.

***

Besoknya pernikahan dilangsungkan. Mang Asep membawa penghulu dan saksi-saksi dan seorang Arab bersama dengan seorang temannya. Pernikahan berjalan lancar. Orang-orang di puncak menyebutnya dengan pernikahan misyar atau nikah tamasya.

Jayanti atau biasa dipanggil Anti itu telah resmi menjadi istri dari lelaki Arab itu. Sebagaimana namanya yang berarti bunga ia akan segera dipetik. Meski mekarnya belum sempurna ia akan dipaksa dipetik dan setelahnya ia perlahan layu.

Malam itu, Anti bersama suaminya tidur di vila. Seorang anak MTs kelas dua bersama dengan orang yang baru dikenalnya. Meskipun badanya terlihat bongsor dan dewasa tapi dari sisi kematangan jiwanya ia masih sangat muda. 

Dengan bahasa yang tidak saling mengerti. Anti tidak bisa bahasa Arab. Orang Arab tidak bisa bahasa Indonesia apalagi sunda. Yang terjadi adalah bahasa isyarat yang digunakan. 

Malam itu malam yang paling panjang bagi Anti. Ia sebagai seorang ABG harus melayani laki-laki yang secara umur dan pengalaman seksual jauh lebih matang ketimbang dirinya. Ia merintih dalam hatinya.

Ya Allah malam ini aku untuk pertama kalinya melayani laki-laki yang menjadi suamiku. Kuatkanlah hamba-Mu ini.

Paginya Anti merasakan ngilu yang amat sangat diselangkangannya dan tubuhnya lunglai setelah semalam harus bertempur habis-habisan dan dilakukan beberapa ronde. Sebuah pertarungan tidak seimbang.

Hari-hari berikutnya, ia hanya melayani kebutuhan seks laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. Tidak malam, tidak siang, tidak pagi. Kalau suaminya sudah mau, ia harus siap melayaninya. Badannya remuk. Hatinya hancur. Mulutnya merintih, menangis. Ia merasa menjadi objek seks dan merasa tidak lebih baik dari seorang PSK.

Pernah suatu malam ia merasa sangat lelah tapi suaminya itu meminta dilayaninya. Ketika ia menolak dengan alasan sangat capek dan tubuhnya sakit semua, suaminya itu marah-marah dengan mengatakan bahwa ia sudah membayar mahal untuk mendapatkannya.

Ia teringat kata-kata Ayahnya "Anti kamu akan menikah dengan orang Arab. Kita mendapat uang 50 juta. 25 juta untuk para agen dan orang-orang yang membantu mengurus pernikahan ini. Sedangkan 15 juta ayah pegang untuk menambah modal usaha. Anti pegang 10 juta untuk jajan dan beli baju, kosmetik dan lainnya," kata-kata Ayahnya itu terngiang jelas ditelinganya. Ia merasa dijual.

Satu-satunya hiburan baginya adalah ia diajak suaminya jalan-jalan ke mal dan dibelikan pakaian-pakaian yang bagus. Sebagai muslimah, Anti berpakaian tertutup. Bebaju gamis dan jilbabnya lebar menutupi dadanya yang mulai tumbuh.

Kalau ia teringat betapa sakit dan melelahkannya melayani suaminya, ia ingin lari dari kenyataan ini. Tapi ia tidak berani macam-macam. Ia sadar terikat perjanjian.

Hari-hari terus berlari seperti dikejar waktu. Anti merasa sudah waktunya haid tapi sudah seminggu ini belum keluar. Ia merasa hamil. Ia membeli test pack dan memeriksanya. Ternyata betul dugaannya, ia hamil. Ia merasa girang sekaligus meradang. Ia senang akan mendapatkan anak dari orang arab yang dikenal hidungnya mancung-mancung. Tapi disisi lain, ia merasa khawatir karena suaminya itu tidak menghendaki ia hamil.

Ketika ia sampaikan kepada suaminya bahwa ia telah hamil, suaminya marah besar. Ia mengatakan tidak bertanggung jawab dengan anak yang dikandungnya itu. Hal itu suaminya sudah menyampaikan hal itu kepada Anti sebelumnya. Tapi mungkin karena kendala bahasa pesan itu tidak dipahami dengan baik oleh Anti.

Hati Anti sangat terpukul dengan sikap suaminya itu. Ia menjadi murung dan terlihat sangat layu. Tidak ada lagi rembulan yang bersinar di wajahnya. Ia kusam dirundung masalah bagai malam tanpa bintang. Ia semakin sedih ketika teringat pesan penghulu waktu ia menikah. 

"Pernikahan ini akan otomatis berakhir ketika pihak laki-laki pulang ke negaranya atau diperkirakan sekitar dua bulan masa liburannya,"

Jelas Anti bersedih dan sangat terpukul. Karena ia terbayang dengan jelas jalan terjal yang akan dihadapinya ke depan. Kehidupan orang tuanya yang sudah sangat susah akan bertambah susah dengan kehadiran bayi darinya. Awalnya ia membayangkan kehidupan dirinya dan orang tuanya akan lebih baik dengan perkawinan model ini. Tapi kenyataannya berbeda 180 derajat.

Yang ada saat ini dibenak Anti adalah sebuah penyesalan yang amat sangat. Ia sadar akan kesalahannya mengambil keputusan. Ia bertekad ingin melanjutkan sekolahnya. Pilihannya adalah dengan mengikuti program kejar paket B, C dan ia betekad ingin sampai kuliah. Ia ingin membuktikan ia mampu membahagiakan kedua orang tuanya.

Jakarta, 22 Oktober 2018

*Cerpen ini terinspirasi dan sejumlah data diambil dari hasil penelitian Rumahkitab dalam bukunya "Kesaksian Pengantin Bocah". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun