Harta peninggalan Kakek-Nenek tetap dikuasai oleh anak-anak dari perempuan anak angkat itu. Para penggugat dari pihak perempuan terus meminta bagian. Tapi mereka tidak mau menggunakan  jalan hukum. Karena mereka sadar kemampuan keuangan mereka. Jika mereka memaksa bisa jadi nasibnya seperti keluarga pihak kakek yang  tidak mendapatkan bagian apa-apa bahkan mereka terkuras hartanya untuk mengurus di pengadilan."
"lalu apa yang terjadi selanjutnya" tanya Pak Amri tidak sabar.
"Dari pihak penguasa harta mengajukan jalan keluar."
"Apa tuh jalan keluarnya?" Ko Chi ikut-ikutan penasaran.
"Dalam suatu pertemuan, mereka mengusulkan akan memberikan sejumlah uang kepada setiap keluarga inti. Asal mereka mau menandatangani kesepakatan."
"Apa kesepakatannya?" tanya Kang Asep nyamber.
"Setelah uang dibagikan dan mereka tanda tangan semua, dikemudian hari tidak bisa lagi menuntut harta peninggalan Kakek-Nenek kepada kami".
"Edan! Edan itu mah." Kata kang Koko.
"kekayaan Kekek Ama dan Nenek Fatma sangat banyak. Dari hektaran sawah, ribuan bata tanah kebun, perhiasan, termasuk rumah tua itu".
Pak San berhenti bercerita. Tanganya meraba gelas kopinya. Ketika cangkir sampai ke mulut, tidak ada air yang mengalir.
"Asem!" umpatnya.