Mohon tunggu...
Abdur Rahman S.T.
Abdur Rahman S.T. Mohon Tunggu... Lainnya - ASN Bagian Pengadaan Pemerintah dan Blogger

Seorang Insinyur Industri | Certified National Procurement Expert from LKPP RI | Certified Digital Marketing Specialist | ASN Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah | System Analyst | Freelancer: Menulis, Pembuatan Landing Page, Website, Perancangan Sistem Informasi | Founder Banktryout.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisata Literasi: Buah Praktik Merdeka Belajar Berbasis Kebudayaan Lokal

31 Mei 2023   21:47 Diperbarui: 31 Mei 2023   22:18 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya di dalam ruang sekolah atau kampus, belajar dapat dilakukan melalui lingkungan sekitar yang menjadi sumber ilmu. Alam dan masyarakat sekitar memiliki potensi besar sebagai laboratorium pembelajaran. Kurikulum "Merdeka Belajar" yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi inovasi baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Semangat Merdeka Belajar memberikan kebebasan kepada Peserta Didik untuk mengejar pengetahuan, karakter, pengalaman, dan jaringan yang diperlukan, sesuai dengan konsep kecerdasan abad 21. Tidak peduli siapa mereka, tentang apa pun, di mana pun, dan dengan metode apa pun. Asalkan memberikan fasilitas untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk bertahan, berkembang, dan memberikan manfaat dalam perubahan masyarakat.

Pelaksanaan kurikulum Merdeka Belajar tentu memerlukan dukungan yang kuat dalam hal fasilitas, infrastruktur, dan kualifikasi tenaga pendidik yang sesuai. Namun, kurangnya pengalaman dalam menerapkan kemerdekaan belajar juga berdampak pada kualitas dan kompetensi para guru.

Selanjutnya, terdapat kendala dalam menjalankan kurikulum tersebut terkait keterbatasan referensi. Salah satu contohnya adalah kurangnya buku teks berkualitas yang dapat menjadi referensi bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan efektif.

Sekolah yang tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, yang tidak responsif dan bersifat pasif, hanya akan menjadi penonton dalam sejarah. Di era kurikulum merdeka seperti sekarang, sekolah yang aktif, responsif, dan adaptif akan menjadi pemenang.

Saat ini, guru dan sekolah tidak lagi boleh bertahan dengan budaya lama tanpa memperhatikan perkembangan yang relevan dengan kehidupan saat ini. Sekolah dan guru harus terus berkembang tanpa meninggalkan nilai-nilai keadaban dan kearifan lokal yang tetap dijaga dalam dunia pendidikan.

Kunci keberhasilan implementasi kurikulum Merdeka Belajar di sekolah terletak pada kolaborasi berbagai pihak. Kolaborasi harus melibatkan tidak hanya guru dan siswa, tetapi juga pihak lain di dalam sekolah, termasuk orangtua, serta berbagai komunitas yang peduli terhadap pendidikan.

Contoh dari kolaborasi ini dapat ditemukan di beberapa sekolah di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Salah satunya adalah SDN 1 Ketapang, yang menjalin kerjasama dengan Yayasan Rumah Literasi Indonesia untuk mengimplementasikan kurikulum Merdeka Belajar melalui program "Wisata Literasi". 

Program ini merupakan paket kunjungan atau perjalanan yang menghadirkan pendidikan dan pelatihan bagi pengunjung dari berbagai usia dan kebutuhan, mulai dari pelajar hingga profesional, dengan menggunakan sumber belajar yang berbasis pada kearifan lokal.

Yayasan Rumah Literasi Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengembangkan dan menginnovasi gerakan literasi berbasis komunitas dengan cara kreatif untuk menginspirasi semangat belajar dan budaya literasi hingga ke daerah-daerah terpencil. Yayasan ini merancang berbagai praktik pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya yang ada di desa-desa.

Prinsip utama dari pendekatan ini adalah jika pengetahuan, keterampilan, sikap mental, dan jaringan menjadi fokus utama proses belajar, maka ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat di mana siswa belajar. Ada laboratorium yang lebih lengkap di luar sekolah, seperti lahan pertanian, tambak, peternakan, usaha kecil dan perusahaan, kegiatan sosial, praktik belajar, proses demokrasi, penegakan hukum, hingga bidang rekayasa teknologi dan energi.

Dengan memanfaatkan setiap entitas dalam masyarakat sebagai sumber belajar, dengan pemilik atau pengelolanya sebagai pendamping belajar, sekolah dapat memperoleh pelajaran dan praktik terbaik yang biasanya tidak dimiliki oleh sekolah itu sendiri. Melalui kolaborasi dengan masyarakat dalam proses pembelajaran, sekolah dapat mengurangi beban transfer pengetahuan yang tidak relevan.

Berbagai kelas tematik dirancang agar siswa dapat berinteraksi langsung dengan sumber pembelajaran mereka, serta membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan dengan tantangan dan permainan. Beberapa kelas tematik tersebut mencakup Kelas Literasi dan Numerasi, Kelas Musik, Kelas Hidroponik, Kelas Budidaya Lobster, Kelas Content Creator, Kelas Bahasa, Kelas Sains, dan Kelas Explorasi Alam.

Sekolah dapat memilih berbagai kelas tematik sesuai dengan implementasi kurikulum Merdeka Belajar, sehingga guru tidak hanya terpaku pada buku teks, tetapi dapat melakukan eksplorasi metode pembelajaran. Keberagaman sumber pembelajaran yang berbasis lokal membuat siswa lebih antusias karena mereka secara langsung dihadapkan pada tantangan untuk menyelesaikan proyek pembelajaran yang dikerjakan secara bersama-sama.

Keberadaan komunitas dan masyarakat sebagai pusat pembelajaran menjadi aspek penting dalam mewujudkan pembelajaran yang bermakna. Siswa juga didorong untuk mengembangkan pemahaman dan pengetahuan awal mereka melalui proses pembelajaran, lalu mereka dipicu untuk menambahkan, memodifikasi, memperbarui, merevisi, atau mengubah informasi baru yang mereka temui selama proses belajar.

Penerapan pembelajaran melalui program Wisata Literasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual ini bertujuan agar siswa dapat menghubungkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata, dan pada akhirnya mendorong siswa untuk membangun keterkaitan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan pendekatan ini, siswa akan belajar dengan lebih baik jika materi yang mereka pelajari berhubungan dengan fenomena atau realitas yang sudah mereka ketahui. Pendekatan ini dikenal sebagai Project-Based Learning, sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diinginkan oleh peserta didik.

Prinsip utama dari pendekatan ini adalah menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa ketika mereka melakukan investigasi mendalam terhadap suatu topik. Dengan cara yang konstruktif, peserta didik melakukan eksplorasi atau penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan dan pertanyaan yang signifikan, nyata, dan relevan.

Sebagai contoh, kita dapat melihat salah satu kelas tematik dalam program Wisata Literasi, yaitu Kelas Hidroponik. Para siswa, dalam kelompok, diberikan pengetahuan tentang proses bercocok tanam hidroponik dengan melihat secara langsung tahapannya mulai dari pemilihan bibit, penyemaian, transfer media tanam, pemberian nutrisi, hingga panen sayuran. 

Setelah itu, para siswa menyelesaikan tantangan kelompok dengan menjawab beberapa pertanyaan, salah satunya adalah mengevaluasi kelebihan dan kelemahan bercocok tanam menggunakan teknik hidroponik.

Selanjutnya, para siswa juga diberikan kesempatan untuk membuat makanan olahan menggunakan sayuran yang telah mereka panen. Dengan bimbingan fasilitator atau guru, anak-anak didampingi dalam membuat produk makanan sehat seperti kebab, burger, salad, bistik, dan lain-lain. 

Hasil olahan tersebut tidak hanya dinikmati oleh para siswa, tetapi sebelumnya mereka juga diajarkan untuk menghitung nilai ekonomis jika ingin menjadikan sayuran hidroponik ini sebagai bisnis kuliner. Melalui kegiatan ini, siswa dapat mengasah kemampuan numerasi mereka sekaligus memupuk jiwa wirausaha sejak dini.

Melalui program ini, Semarak Merdeka Belajar terlihat dengan jelas bahwa kolaborasi dalam kurikulum Merdeka Belajar akan mengubah setiap tempat menjadi arena belajar, di mana setiap orang dapat belajar dan mengajar, dan setiap orang yang kita temui memiliki pengetahuan yang berlimpah.

Program Wisata Literasi yang didasarkan pada kearifan lokal terbukti efektif dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar ini dipengaruhi oleh penggunaan materi pembelajaran yang didasarkan pada kearifan lokal, yang membantu peserta didik memahami materi pelajaran dengan lebih baik.

Kurikulum Merdeka Belajar merupakan momentum bagi kemajuan pendidikan generasi masa depan. Hanya perlu kita siap dan memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyaman, terutama dalam hal kebiasaan belajar lama yang kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Meskipun itu melelahkan, menjadi bangsa yang tidak berdaulat dan malas akan lebih menyakitkan. Akhirnya, mereka yang selamat bukanlah yang terbesar atau terkuat, melainkan mereka yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan (Darwin).

Salam Merdeka Belajar! #SemarakkanMerdekaBelajar  #Hardiknas2023
Kategori: Praktik Baik dalam Merdeka Belajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun