Ilmul Yakin: Oportunitas akal menemukan esensi ketuhanan
Oleh : Abdurohman As Sani
Edisi : Bilba
Pertanyaan yang memperdebatkan kebenaran tentang Tuhan dan agama telah menghasilkan berbagai diskusi dan refleksi yang luas, merentang dari sudut pandang filsafat yang rasional hingga kedalaman pemahaman teologis yang spiritual. Namun, di tengah kerumitan argumen dan pendapat yang beragam, suatu saat, dari tajamnya keingintahuan, sebuah sorotan terang menerpa pikiran yang memunculkan pertanyaan dari seorang teman, dengan kekuatan yang mengguncangkan ia bertanya: "Bagaimana kita bisa meyakini bahwa konsepsi kita tentang Tuhan dan agama adalah yang paling benar?" Pertanyaan sederhana namun esensial ini membawa kita pada sebuah perjalanan refleksi mendalam, melampaui batas-batas akal dan menyelami lautan qolbu. Seolah-olah membuka pintu menuju alam pikiran yang tak terjamah, tanya tersebut mengundang kita untuk mempertimbangkan secara kritis peran ilmu dan iman dalam memahami makna dan hakikat ketuhanan.
Dalam ranah yang kompleks ini, perdebatan antara kebenaran rasional dan kepercayaan spiritual menjadi semakin relevan. Bagaimana kita dapat mencapai kepastian dalam keyakinan kita tentang Tuhan dan agama? Pertanyaan ini menuntun kita pada eksplorasi yang lebih dalam tentang relasi antara akal yang berpikir dan qolbu yang merasakan, serta bagaimana kedua dimensi tersebut saling mempengaruhi dalam pencarian makna yang substansial. Sehingga, medan refleksi ini menjadi sebuah panggung filosofis yang melintasi ruang dan waktu, memperluas batas-batas pengetahuan kita tentang eksistensi dan peran Tuhan dalam kehidupan manusia. Dari sini, muncullah kebutuhan untuk menjelajahi konsep Ilmul Yakin, sebuah konstruksi intelektual yang menggabungkan kearifan akal dengan keteguhan hati dalam mencari kebenaran yang transendental.
Melalui tulisan ini, kita diundang untuk tidak sekadar mengejar jawaban, tetapi juga menafsirkan dan mengeksplorasi esensi dari setiap pertanyaan yang timbul. Dengan analisis yang mendalam dan refleksi yang berjiwa, kita dapat memperluas pandangan kita tentang kompleksitas hubungan antara akal dan iman, serta implikasinya dalam upaya pencarian akan kebenaran yang lebih tinggi.
Pemahaman akan kebenaran Tuhan dan agama adalah sebuah perjalanan yang menghadirkan tantangan yang melampaui batas-batas intelektual dan menjelajahi kedalaman spiritualitas manusia. Sepanjang zaman, pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi Tuhan dan kebenaran agama telah menjadi titik pusat dari refleksi manusia, menciptakan medan diskusi yang membingungkan dan memikat. Dalam ranah yang penuh kompleksitas ini, hadirlah konsep Ilmul Yakin, sebuah landasan intelektual yang memperkaya ruang pemikiran manusia, membawa kejelasan dalam pencarian akan makna ketuhanan yang abadi dan maha kuasa.
Pernyataan masalah yang menjadi pusat perhatian tulisan ini adalah bagaimana manusia dapat menembus kabut kebingungan dan memperoleh keyakinan yang kokoh tentang eksistensi Tuhan dan kedudukan agama dalam kehidupan mereka. Dengan memandang ke arah konsep Ilmul Yakin, tulisan ini bermaksud untuk membawa pembaca dalam sebuah perjalanan filosofis yang memerangi keraguan dan menyongsong pencerahan spiritual. Melalui analisis mendalam dan refleksi yang cermat, tulisan ini akan merambah ke dalam esensi dari konsep Ilmul Yakin, membedah struktur konseptualnya, dan menggali kearifan yang terkandung di dalamnya.
Tujuan penulisan dari tulisan ini tidak hanya sebatas memberikan wawasan tentang konsep Ilmul Yakin, tetapi juga untuk memberdayakan pembaca dengan pengetahuan yang mencerahkan, memungkinkan mereka untuk memahami esensi pencarian makna ketuhanan dan menghadapi perjalanan spiritual mereka dengan keyakinan yang lebih kokoh. Dengan menggugah imajinasi dan memperkaya budi manusia dengan pemahaman yang mendalam, tulisan ini berharap untuk menjadi panduan yang mencerahkan dalam pencarian akan kebenaran transendental, menjelajahi relung-relung hati dan pikiran yang paling dalam dari eksistensi manusia.
Dalam perjalanan intelektual manusia menuju pemahaman yang mendalam tentang eksistensi dan makna universal, terkadang pemandangan yang paling mengagumkan adalah perpaduan antara perjalanan spiritual dan intelektual yang menantang. Di tengah samudra pemikiran yang luas, konsep Ilmul Yakin menjadi mercusuar yang menuntun manusia melalui labirin kompleksitas akal dan keajaiban keyakinan. Dalam kajian ini, kita diundang untuk menelusuri medan penelitian yang luas, yang menawarkan ruang bagi refleksi yang mendalam tentang peran esensial aqal (rasio) dan qolbu (hati) dalam menjelajahi esensi ketuhanan.
Artikel ini bertujuan untuk mengajak pembaca dalam perjalanan eksplorasi yang menuntun kita melewati batas-batas ilmu dan iman, menggali kohesi makna dalam pergulatan antara kebijaksanaan akal dan keteguhan hati yang memancar dari dalam diri. Dari perspektif yang holistik, kita akan merenungkan kedalaman eksistensi alam semesta dan peran yang diemban oleh Sang Pencipta di dalamnya. Pada tahap awal, kita memahami bahwa peran akal adalah memecahkan keraguan yang menghantui pemikiran, sementara produk dari refleksi itu adalah keputusan yang masih terbuka untuk pemeriksaan lanjutan.
Namun, esensi pencarian ini menjadi semakin menarik saat kita melangkah lebih jauh, menafsirkan keteraturan alam semesta sebagai bukti tak terbantahkan akan adanya pengatur yang maha kuasa. Pertanyaan 'siapa yang mengatur?' menjadi pemantik bagi perenungan yang lebih dalam, mendorong kita untuk mengidentifikasi kualifikasi yang diperlukan untuk Sang Pengatur yang agung. Dengan kriteria yang disusun secara cermat oleh akal, upaya penjajakan pun diperluas ke dalam wilayah teologi, di mana berbagai konsep tentang ketuhanan dirangkum dalam berbagai istilah dan nama.
Tantangan yang muncul bukanlah semata-mata dalam menemukan konsep Tuhan, tetapi juga dalam memilih di antara berbagai pilihan yang tersedia. Melalui proses penilaian yang cermat, kita mencoba untuk memilih istilah Tuhan yang paling sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, perjalanan ini tidak berakhir di situ; kita juga dipanggil untuk memeriksa konsistensi dan kesesuaian ajaran dari berbagai kepercayaan untuk memperkuat keyakinan kita yang telah terpilih.
Maka, pada puncak refleksi ini, ilmul yakin muncul sebagai manifestasi tertinggi dari perpaduan antara keputusan aqal yang rasional dan keyakinan yang mengalir dari kedalaman qolbu. Dengan demikian, kita tidak hanya menemukan kebenaran, tetapi juga mengakui bahwa kebenaran itu sendiri adalah proses yang terus berlanjut, terbuka untuk pemeriksaan dan penafsiran yang lebih dalam. Dengan demikian, pembaca diundang untuk memperdalam pemahaman mereka tentang hubungan yang kompleks antara ilmu dan iman dalam pencarian akan kebenaran transendental, sambil tetap terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan terus mengasah kebijaksanaan intelektual dan spiritual mereka dalam perjalanan ini.
Dalam perjalanan ini, kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar untuk menemukan kohesi antara ilmu dan iman: apakah alam semesta dan segala keteraturannya terjadi secara acak atau diatur dengan suatu aturan? Aqal menjawab bahwa keteraturan tidak mungkin terjadi tanpa pengatur. Namun, pertanyaan 'siapa yang mengatur?' memicu perjalanan pemikiran yang lebih dalam.
Seumpama aqal dalam keadaan moderat bersama segala kebijaksanaannya akan menampung seluruh informasi yang diterimanya tentang eksistensi alam semesta dan segala yang berlaku pada alam semesta ini seperti entitas, unit, kuantitas, ukuran, konsistensi, dan segala keteraturannya seperti sifat dan fungsinya.
Kemudian akal mulai mendefinisikan beberapa kualifikasi untuk memenuhi segala keingintahuan dan menjawab tuntutan itu, semisal "kalau begitu Ia haruslah memiliki superioritas atau kemahaan: dengan deskripsi bahwa ia harus tunggal; maha suci, ia harus maha berkuasa, maha besar, maha agung, maha tinggi, maha luas maha mencipta, maha memelihara, maha menentukan, maha cerdas, maha berilmu, maha bijaksana, dan segala macam kemahaan yang lainnya; maka tentu ia wajib tidak sama dan tidak mungkin disamai, ia harus tidak serupa dan tidak mungkin serupai.
Kualifikasi di atas masih bersifat umum karena itu aqal membutuhkan referensi eksternal untuk mendapatkan jawaban yang lebih eksklusif, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang kita sebut teologi mengenai hal ihwal kemahaan itu kepada siapa harus dinisbatkan? Kemudian berdasarkan memori kolektif dogmatis lagi-lagi secara umum dikenal dengan istilah 'Tuhan' yang telah tersimpan dalam perbendaharaan aqal sebelum atau sesudah pertanyaan di atas itu muncul dengan mendapat catatan dengan beberapa istilah, sebutan, atau nama yang mungkin merefleksikan kualifikasi-kualifikasi yang diajukan yaitu: "Allah, Yesus, Yahwe (YHWH), Brahman, Sidarta, Ahura Mazda, Tao, dan istilah-istilah lainnya sebanyak yang diketahui aqal."
Sayangnya istilah atau sebutan-sebutan itu muncul dalam berbagai agama atau kepercayaan, tentu saja aqal belum bisa mendapatkan keputusan yang eksklusif, namun dengan parameter yang diberikan oleh aqal, kita bisa mempertimbangkan lebih lanjut kualifikasi untuk mengatasi tuntutan tersebut. Hal ini membawa kita pada pencarian akan Tuhan, yang dikenal dalam berbagai agama dengan berbagai nama. Tentu, pertanyaan kemudian timbul: Tuhan yang mana yang benar?
Melalui proses penilaian yang disyaratkan oleh aqal, kita berusaha memilih istilah Tuhan yang paling sesuai dengan kualifikasi yang diajukan. Mungkin upaya ini tidak cukup. Kita juga perlu memeriksa kecocokan ajaran dari berbagai kepercayaan untuk memperkuat keyakinan kita, seperti konsistensi, logisitas, utuh, sistematis, mendasar, dan universal.
Setelah itu, barulah aqal bisa menemukan keputusan yang benar dan eksklusif: "ini disebut ilmul yakin atau keyakinan di dalam hati yang terverifikasi melalui keputusan aqal."
Sebagaimana keputusan, maka masih memungkinkan ada suatu upaya yang dalam istilah hukum disebut dengan 'banding' atau terbuka untuk diperiksa dan diperkuat melalui pemahaman yang lebih dalam; yang diperiksa adalah keputusan akalnya, bukan keyakinannya.
Dengan menyelami perjalanan ini, kita menghadapi tantangan besar dalam mencari makna eksistensi dan keberadaan Tuhan. Namun, melalui refleksi filosofis dan pertimbangan rasional serta dengan menjaga kohesi antara setiap langkah pemikiran, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang hubungan antara ilmu dan iman dalam pencarian akan kebenaran transendental. Dengan tetap terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan terus memperdalam pemahaman kita, kita dapat melangkah maju dalam perjalanan spiritual dan intelektual kita dengan keyakinan yang lebih kokoh."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H