3. PENGETAHUAN ILMU
Pengetahuan ilmu adalah pengetahuan lanjutan dari pengetahuan indrawi untuk semua pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa di selesaikan oleh pengetahuan indrawi, pada ranah ini pengetahuan mulai menjadi disiplin-disiplin pengetahuan yang jamak kita sebut "Ilmu Pengetahuan," dimana pengetahuan mulai mengikuti aturan-aturan tertentu secara sistematis, unifersal dan radikal atau secara komprehensif bisa di buktikan melalui proses-proses ilmiyah seperti riset/penelitian mengenai bidang bidang tertentu pengetahuan.
Baik, mari kita kembali kepada fenomena hujan yang tidak bisa di jawab oleh pengetahuan indrawi. Setelah melalui riset atau penelitian, ternyata fenomena hujan ini terjdi akibat pemanasan air laut oleh matahari, kemudian terjadi penguapan terhadap unsur air yang kemudian menjadi udara dan naik kelangit, kemudian uap air itu menemukan suhunya dan jatuh kembali ke bumi, begitu seterusnya proses siklus hujan terjadi berulang-ulang. setelah di teliti lebih lanut ternyata Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar.
Namun keingintahuan seseorang tidak bisa di batasi oleh pengetahuan ilmu.
filsafat masih harus bertanya "Apa yang dimaksud dengan siklus Alam?
ilmu menjawab "Siklus alam adalah peristiwa alam yang serba tetap!"
filsafat bertanya "apa itu peristiwa alam yang serba tetap?"
ilmu menjawab "peristiwa alam yang serba tetap itu biasa kita sebut Hukum alam."
filsafat bertanya "apa itu hukum Alam?"
ilmu menjawab dengan jawaban yang sama dan fisafat masih pada pertanyaan yang sama, keduanya berputar putar pada hukum alam dan apa itu hukum alam, dan mengapa terjdi hukum alam.
kemudian filsafat pergi dengan tidak menemukn kepuasan pada pengetahuan ilmu, kini filsafat harus melepaskan dirinya dari ikatan seluruh jawban pengetahuan yang kemudian ia tidak lagi bertanya untuk sebuah jawaban tapi filsafat kini mempertanyakan seluruh jawaban (menyangsikan seluruh jawaban).
Selanjutnya apakah syarat berfikir logis itu :
1. Adalah Iman
Yah Iman...
Begitu kita menyebutnya, Iman sering juga di identikan dengan sebutan Keyakinan atau kepercayaan, anggap saja begitu meski secara smantik memang ketiganya memiliki penekanan yang berbeda secara esensial. Namun dalam Pada pembahasan kali ini anggaplah kita setujui bahwa ketiganya sama secara kultur linguistik yang sering kita gunakan sehari-hari, karena apa yang akan kita bahas disini jauh melampaui itu semua, bukan tentang apa, mengapa, dan untuk apa iman, kepercayaan atau keyakinan itu.
Mari kita menelisik dan menggelitik akal lebih jauh lagi... Dimulai dengan kekacauan berfikir melalui tuntutan-tuntutan melalui pertanyaan-pertanyaan dewasa ini yang sebenarnya telah muncul sejak ratusan tahun silam seperti "Bagaimana membuktikan apa yang kita imani, percayai atau yakini itu ada dan atau itu benar?"
Pertama-tama mari kita uji pertanyaan ini untuk membuktikan apakah pertanyaan ini berdiri diatas pemikiran yang logis atau tidak. Seorang yang memiliki iman dengan bekal teologisnya memanglah pasti akan langsung berkata bahwa pertanyaan ini kacau, namun vonis ini bisa diterima karna pengetahuan memiliki exsklusifitas.
Seperti yang jamak kita kenal, Kepercayaan di identikan dengan keyakinan dan Iman, namun secara smantik sebenarnya ketiganya memiliki penekanan berbeda. Iman adalah bentuk khusus dari keyakinan dan kepercayaan adalah bentuk yang paling umum sebelum keyakinan.
Namun ketiganya memiliki akar logis yang sedikit berbeda dengan bentuk-bentuk atau hal ihwal yang menuntut pembuktian, dengan kata lain ketiganya tidak membutuhkan pembuktian, baik secara empiris ataupun akademis. Ketika seseorang menganggap suatu nilai itu benar maka secara logis ia tidak membutuhkan pembuktian, jika telah dibuktikan maka itu disebut pengalaman dan pengalaman ini disebut empiris dan kajiannya disebut akademis.
Tidak jarang orang mengira bahwa kepercayaan itu seperti suatu bentuk pengalaman sehingga mereka menuntut suatu bukti ; padahal sadar atau tidak anda harus memulai dengan kepercayaan dalam segala hal semisal saat melangkahkan kaki, fikirkanlah bagaimana anda bisa seyakin itu?
Lekaslah sadar, Jiwa seseorang berbisik mengenai pengetahuan yang lebih kokoh atau sebut saja ufuk terjauh dari horison peristiwa yang mampuh di dilihat akal seolah mengabarkan tentang negeri yang jauh dari negeri yang kita pijak ini, dimana kepercayaan, keyakinan atau bahkan iman tidak berguna lagi saat saat semua telah dibuktikan.
Dikemurnian iman teologi hanya 'basa-basi saja', karena secara logis dan smantik kepercayaan, keyakinan, bahkan Iman itu tidak membutuhkan pembuktian atau pengalaman ; Terlepas dari benar atau salah sebuah nilai yang mereka yakini sebagai kebenaran Kepercayaan, keyakinan atau iman harus seseorang miliki sebelumnya.
"Saat semua telah di buktikan maka kepercayan, keyakinan atau iman semuanya telah terlambat dan tidak akan berguna lagi ; Ketika jiwa seseorang mulai mencari sesuatu jawaban terhadap segala pertanyaan mengenai apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, dimana hakikat kebenaran dari  segala keberadaan, gejala dan suasana. Ketahuilah yang ia maksud bukanlah Ilmu pengetahuan yang jamak kita kenal."
by
Abdurahman Sani