Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Main Course: William Singh

13 Juni 2010   23:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Tentu saja Will lebih tau tentang kuliner Inggris dibanding aku dan Kanya. William Singh lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Sikh. Lahir di Amritsar, India, pada usia 5 tahun ia dan orang tuanya hijrah ke Inggris.

Kanvir Singh, ayah Will, adalah pekerja ulet dan pintar melihat peluang. He was not born with a silver spoon in his mouth - Singh senior bukan terlahir sebagai orang "terhormat" yang kaya-raya. Dari usaha membuka rumah makan sederhana yang menjual masakan India, Singh senior kini memiliki 3 restoran India di tiga kota.

Will kemudian melanjutkan kuliahnya ke negara Ketol. Sebagai anak lelaki pertama, Will adalah aset sekaligus penerus usaha yang telah dirintis oleh ayahnya. Singh senior membelikan Will sebuah studio di daerah Brookline untuk ditempati selama kuliah. Selain itu ayah Will juga memiliki beberapa properti di kawasan sekitar untuk disewakan ke mahasiswa. Mulai dari satu apartemen yang dulunya dibeli untuk ditinggali William, hingga dua rumah lagi yang salah satunya kami huni bertiga.

Delapan tahun sudah berlalu, kami bertiga sudah banyak berubah. Will tak lagi mengenakan turban nya. Dia menggantinya dengan bandada untuk menutupi rambutnya yang panjang dan tak pernah dipotong.

“Kuah Kaeng Kiew Wan Goong nya lezat sekali ya …,” kataku sambil menyendoki kuah yang tersisa. Dari segi penampilan, bagiku makanan ini mirip dengan sayur lodeh yang dimasak dengan makanan laut. Hanya saja didominasi dengan bumbu-bumbu khas Thailand. Hm … ada irisan rebung yang tersisa dan kupindahkan ke piringku. Takaran kekentalan santan dan lemongrass (sereh) sangat pas dan tidak meninggalkan efek enek. Gurih, harum dan segar. Berbeda dengan Clam Chowder yang kental dan "berat".

Will yang sudah selesai makan, kini memandangiku. Aku balik memandanginya. Ada setetes kuah yang nempel di cambang nya. Kuambil tisu dan kulap perlahan.

Pramusaji datang untuk mengemasi piring kami. Mereka tampak terlatih dan sigap. Piring diangkat dari sebelah kanan kami. Pada saat pramusaji membereskan meja, Kanya pamit ke toilet.
“Excuse me,” katanya sambil mengisyaratkan bahwa dia akan ke lantai dasar. Restoran ini memang memiliki toilet dan ruang makan tersendiri di bagian basemen.

“She looks different,” cetus Will.
“Maksudmu … karena pergi ke toilet?” tanyaku asal.
“Bukan, penampilannya yang beda,” jawab Will sambil memandangi Kanya yang menuruni tangga.
“Mungkin rambutnya, rambutnya yang dulu panjang ikal kini diluruskan.”
“Yes, that’s it!”

“Sekarang dia lebih mirip Ayu Azhari,” kataku sambil menggambarkan siapa Ayu Azhari ini kepada Will.
“Dan kalung salib itu … masih saja dipakainya!”
Aku dan Will paham sekali, kalung itu tak pernah lepas dari leher Kanya. Menurut Will, entah mengapa kalung itu mengingatkannya pada Madonna.
“Kalung ini mengingatkanku pada kekasihku,” begitu jawab Kanya selalu kalau ada yang menanyakan keberadaan salib itu.

Kanya … Kanya … dia punya cara tersendiri untuk mengumumkan dan mencitrakan dirinya. Anak perawan Kanya yang masih “suci” dan “polos”, dan mendambakan lelaki yang sama “polosnya”. Pria dambaan Kanya itu hanya ada pada sosok “kekasihnya,” Sang Khalik. Meskipun, sebagai wanita “normal”, Kanya diam-diam menaruh hati pada Will. Will yang dengan brewoknya yang tak pernah dicukur itu mengingatkan Kanya dengan penampilan kekasihnya. Hidup “bersama” di bawah satu atap, tentu saja kami pernah melihat Will tanpa penutup kepalanya. Dan di mata Kanya, penampilan Will tampak seperti Yesus yang amat dicintai Kanya.

Belasan tahun hidup di negara Ketol sedikit banyak mengubah gaya hidup Will. Dia hanyalah pria "normal" yang memiliki kebutuhan dan dorongan seksual yang “sehat”, dan aku, Euis Dahlia putri Haji Didin Mahidin, bukan wanita pertamanya.

Ketertarikan Will kepada Kanya awalnya hanya iseng semata. Will memiliki persepsi awal yang keliru tentang wanita asal Thailand. Merebaknya berita-berita usang dan terkini tentang Mail Order Bride dan berita populer sejenis kala itu sempat membuat Will berpikiran negatif tentang Kanya. Namun, sampai saat ini Will masih terheran-heran dengan "virginitas" Kanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun